Polemik Putusan Pengadilan Terkait Sengketa Internal PDI-P Mencuat, Guntur Romli Pertanyakan Waktu Publikasi
Polemik terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan mantan kader PDI-P, Tia Rahmania, terhadap Mahkamah Partai PDI-P dan Bonnie Triyana, kini menjadi sorotan. Juru Bicara PDI-P, Guntur Romli, mengungkapkan keheranannya atas ramainya pemberitaan mengenai putusan tersebut, mengingat putusan itu sendiri telah dikeluarkan sejak dua bulan lalu.
"Putusan PN Jakarta Pusat dengan Nomor 603/Pdt.Sus-Parpol Pn.Jkt.Pus itu tertanggal 20 Februari 2025, bukan baru-baru ini, 18 April 2025. Ini sudah hampir dua bulan lalu. Kami mempertanyakan mengapa isu ini baru mencuat sekarang," ujar Guntur kepada media.
Lebih lanjut, Guntur menjelaskan bahwa pihak tergugat, yaitu Mahkamah Partai PDI-P dan Bonnie Triyana, telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 20 Maret 2025. Dengan demikian, putusan PN Jakarta Pusat Nomor 603 tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht. Status hukum yang belum final ini menjadi poin penting dalam memahami perkembangan kasus ini.
Guntur juga menyoroti mekanisme penyelesaian sengketa internal partai yang seharusnya ditempuh sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal 32 ayat (1). Pasal tersebut menekankan pentingnya penyelesaian perselisihan internal melalui Mahkamah Partai.
"Dalam Pasal 93 Anggaran Dasar PDI Perjuangan ayat (1) juga secara jelas disebutkan bahwa 'Perselisihan yang timbul dalam internal Partai diselesaikan melalui Mahkamah Partai'," tegasnya. Guntur menambahkan, "Seharusnya semua perselisihan internal diselesaikan di dalam internal partai itu sendiri, sesuai dengan mekanisme yang telah diatur."
Kasus ini bermula ketika Tia Rahmania dipecat oleh Mahkamah Partai PDI-P atas dugaan keterlibatan dalam kasus penggelembungan suara pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Akibat keputusan tersebut, Tia Rahmania batal dilantik sebagai anggota DPR, dan posisinya digantikan oleh Bonnie Triyana, caleg PDI-P dari daerah pemilihan (Dapil) Banten 1 yang memperoleh suara terbanyak kedua.
Berdasarkan putusan Perkara Nomor 603/Pdt.Sus-Parpol Pn.Jkt.Pus yang tertera dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, majelis hakim menyatakan bahwa Tia Rahmania tidak terbukti melakukan penggelembungan suara. Putusan tersebut berbunyi, "Menyatakan PENGGUGAT tidak terbukti melakukan penggelembungan suara sebanyak 1.629 suara sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Nomor: 009/24051 4/I/MP/2024, tanggal 14 Agustus 2024, yang diterbitkan oleh TERGUGAT I."
Majelis hakim juga menegaskan bahwa Tia Rahmania adalah pemilik suara sah berdasarkan Formulir D Hasil Pleno Tingkat KPU Kabupaten Lebak dan Pandeglang, dengan perolehan suara sebanyak 37.359 suara. Kasus ini terus bergulir dan menarik perhatian publik, terutama terkait mekanisme penyelesaian sengketa internal partai dan implikasinya terhadap proses demokrasi.