Preferensi Wisatawan Yogyakarta pada Akomodasi Ekonomis Selama Libur Lebaran 2025: Analisis dan Implikasi

Yogyakarta, sebuah kota yang terkenal dengan budaya dan sejarahnya, menjadi tujuan favorit bagi wisatawan, terutama saat libur Lebaran. Namun, tren yang menarik muncul pada libur Lebaran 2025 lalu. Alih-alih memilih hotel berbintang, banyak wisatawan justru lebih memilih penginapan dengan tarif yang lebih terjangkau.

Menurut Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), fenomena ini mengindikasikan adanya perubahan perilaku wisatawan. Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi, menduga bahwa faktor ekonomi menjadi alasan utama di balik preferensi ini. Penginapan dengan tarif mulai dari Rp 150.000 per kamar menjadi pilihan populer karena dianggap lebih sesuai dengan anggaran wisatawan.

Menanggapi tren ini, Imam Pratanadi mengimbau pemerintah kabupaten/kota untuk membuat regulasi khusus yang mengatur indekos dan penginapan kecil. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sektor informal ini juga memberikan kontribusi ekonomi kepada daerah melalui pajak. Dengan demikian, potensi pendapatan daerah dapat dioptimalkan.

Di sisi lain, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mencatat adanya peningkatan okupansi hotel selama libur Paskah. Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyatakan bahwa tingkat hunian hotel mencapai 55 persen selama periode tersebut. Namun, angka ini masih jauh dari target yang diharapkan selama libur Lebaran.

Deddy Pranowo Eryono menduga bahwa salah satu penyebab rendahnya okupansi hotel selama libur Lebaran adalah karena banyak wisatawan yang memilih menginap di akomodasi yang lebih murah, seperti kost harian atau homestay. Akomodasi semacam ini menawarkan harga yang lebih kompetitif karena tidak dikenakan pajak dan izin-izin tertentu.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha hotel. Meskipun terjadi peningkatan okupansi selama libur panjang akhir pekan, hal ini belum cukup untuk menyelamatkan pegawai hotel dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Deddy Pranowo Eryono menekankan bahwa hotel tidak bisa hanya mengandalkan musim liburan. Mereka membutuhkan kerja sama yang berkelanjutan dengan pemerintah atau sektor swasta.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada kerjasama yang spesifik antara pemerintah daerah dan pelaku usaha hotel. Pemerintah Provinsi DIY juga mengakui bahwa mereka masih mencari solusi untuk masalah ini. Sementara itu, para pelaku usaha hotel dan restoran berupaya untuk mandiri dengan melakukan promosi melalui agenda tabletop guyub sesarengan. Efisiensi anggaran menjadi alasan utama bagi mereka untuk tidak hanya bergantung pada kerja sama dengan pemerintah.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Perubahan Preferensi Wisatawan: Wisatawan di Yogyakarta cenderung memilih akomodasi yang lebih murah selama libur Lebaran 2025.
  • Faktor Ekonomi: Penurunan kemampuan ekonomi wisatawan diduga menjadi penyebab utama perubahan preferensi ini.
  • Regulasi Penginapan Kecil: Pemerintah daerah diimbau untuk membuat regulasi khusus yang mengatur indekos dan penginapan kecil.
  • Okupansi Hotel: Tingkat hunian hotel mengalami peningkatan selama libur Paskah, tetapi masih jauh dari target selama libur Lebaran.
  • Ancaman PHK: Pegawai hotel masih terancam PHK karena hotel tidak bisa hanya mengandalkan musim liburan.
  • Upaya Mandiri: Pelaku usaha hotel dan restoran berupaya untuk mandiri dengan melakukan promosi sendiri.

Para pelaku usaha hotel dan restoran tetap melakukan promosi secara mandiri dengan agenda tabletop guyub sesarengan dalam waktu dekat ini. Adanya efisiensi anggaran menjadi dasar mereka tidak hanya mengandalkan kerja sama dengan pemerintah.