Rupiah Tertekan: Arus Modal Asing Deras Keluar, Tembus Level Krisis Rp 16.800 per Dolar

Gelombang tekanan menghantam nilai tukar Rupiah, diperparah dengan eksodus modal asing yang signifikan dalam beberapa hari terakhir. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa investor non-residen melakukan aksi jual bersih (net sell) yang mencolok, mencapai hampir Rp 12 triliun hanya dalam tiga hari perdagangan (14-16 April 2025). Tekanan jual ini sebagian besar terkonsentrasi di pasar saham.

Angka-angka rinci mengungkapkan bahwa Rp 13,01 triliun ditarik keluar dari pasar saham, mengindikasikan kekhawatiran investor terhadap prospek perusahaan-perusahaan terbuka di Indonesia. Sementara itu, pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencatat aliran masuk sebesar Rp 3,28 triliun, namun jumlah ini tidak cukup untuk mengimbangi derasnya arus keluar dari pasar saham. Instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga mengalami nasib serupa, dengan dana sebesar Rp 2,24 triliun ditarik oleh investor.

Kondisi ini semakin memukul nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Pada penutupan perdagangan Rabu (16/4/2025), Rupiah terperosok ke level Rp 16.820 per dolar AS, sebuah angka yang mengkhawatirkan dan mengingatkan pada masa-masa krisis ekonomi. Meskipun sempat ada sedikit penguatan pada Kamis pagi ke Rp 16.810, namun tren pelemahan Rupiah masih sangat terasa.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, mengakui bahwa sentimen investor global masih belum sepenuhnya pulih. "Modal asing masih keluar dari pasar saham, menunjukkan sentimen investor global belum sepenuhnya pulih," ujarnya dalam keterangan resmi. Pernyataan ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menarik kembali kepercayaan investor asing.

Secara kumulatif, sejak awal tahun hingga 16 April 2025, investor asing telah melakukan jual bersih sebesar Rp 36,86 triliun di pasar saham. Ini adalah angka yang sangat besar dan menunjukkan betapa rentannya pasar modal Indonesia terhadap sentimen global. Aliran masuk dana asing ke pasar obligasi negara masih terbatas, hanya mencapai Rp 9,63 triliun, sementara SRBI mencatat net sell sebesar Rp 7,94 triliun.

Tekanan eksternal terus membayangi pasar keuangan global. Indeks dolar (DXY) memang menunjukkan pelemahan ke level 99,38, dan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury Note) tenor 10 tahun juga turun menjadi 4,277 persen. Di Indonesia, yield SBN 10 tahun juga mengalami penurunan ke 6,93 persen. Namun, penurunan ini tampaknya belum cukup untuk menarik minat investor asing.

Di tengah kabar buruk, ada secercah harapan dari penurunan premi credit default swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun, yang menjadi 106,39 basis poin (bps) per 16 April 2025, dari 111,73 bps pada 11 April. Penurunan CDS ini mengindikasikan bahwa risiko investasi di Indonesia dianggap sedikit berkurang oleh pasar.

Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas lainnya dalam rangka menjaga ketahanan eksternal ekonomi nasional. Koordinasi ini diharapkan dapat membuahkan hasil dan membantu menstabilkan nilai tukar Rupiah serta menarik kembali investasi asing.