Perjuangan Penderita Hemofilia di Indonesia: Antara Deteksi Dini dan Akses Pengobatan yang Terbatas

Peringatan Hari Hemofilia Sedunia setiap tanggal 17 April menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran global mengenai hemofilia dan berbagai gangguan perdarahan lainnya. Di Indonesia, isu ini masih menjadi perhatian serius, terutama terkait tantangan dalam deteksi dini dan pemerataan akses terhadap pengobatan yang layak.

Tahun ini, tema yang diangkat secara global adalah "Access for All: Women and Girls Bleed Too", yang menekankan pentingnya memberikan akses diagnosis dan pengobatan yang setara bagi seluruh individu yang terdampak, termasuk perempuan dan anak perempuan yang sering kali kurang mendapatkan perhatian dalam konteks gangguan perdarahan.

Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), Dr. dr. Novie Amelia Chozie, Sp.A(K), menyoroti bahwa penanganan pasien hemofilia di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Seringkali, kasus hemofilia baru terdeteksi setelah pasien mengalami perdarahan hebat, yang dapat memicu komplikasi serius seperti disabilitas permanen atau bahkan kematian. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 11% dari perkiraan total pasien hemofilia di Indonesia yang telah berhasil didiagnosis.

Salah satu komplikasi serius yang dapat timbul adalah pembentukan inhibitor, yaitu antibodi yang menghambat efektivitas terapi faktor pembekuan darah. Kondisi ini membuat pengobatan menjadi lebih rumit dan menantang.

Tantangan lain yang signifikan adalah terbatasnya akses terhadap pengobatan. Saat ini, fasilitas pengobatan masih terkonsentrasi di kota-kota besar, sehingga pasien yang tinggal di daerah pedesaan atau terpencil mengalami kesulitan untuk mendapatkan terapi yang sesuai.

Memahami Hemofilia dan Gangguan Perdarahan Lainnya

Hemofilia adalah kelainan genetik yang menyebabkan gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan darah. Faktor-faktor ini merupakan protein penting dalam darah yang berperan vital dalam menghentikan perdarahan.

Secara umum, hemofilia terbagi menjadi dua jenis utama:

  • Hemofilia A: Disebabkan oleh kekurangan faktor VIII.
  • Hemofilia B: Disebabkan oleh kekurangan faktor IX.

Hemofilia A adalah jenis yang paling umum, dan sekitar 70-80% pasien memiliki riwayat keluarga dengan kondisi serupa. Tingkat keparahan hemofilia ditentukan oleh kadar faktor pembekuan dalam tubuh. Semakin rendah kadarnya, semakin tinggi risiko perdarahan spontan yang dapat memicu komplikasi serius.

Selain hemofilia, terdapat gangguan perdarahan lain seperti Von Willebrand Disease (VWD), yaitu kelainan genetik akibat kekurangan faktor von Willebrand. VWD seringkali tidak terdiagnosis, terutama pada wanita.

Pasien dengan VWD seringkali datang ke unit gawat darurat dengan gejala seperti:

  • Menstruasi berlebihan
  • Perdarahan pasca persalinan
  • Mudah memar

Sayangnya, rendahnya kesadaran masyarakat menyebabkan banyak penderita VWD tidak mendapatkan diagnosis maupun pengobatan yang tepat.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, HMHI telah meluncurkan ulang situs web resminya dengan tampilan baru yang lebih interaktif dan informatif. Situs ini menyediakan informasi edukatif seputar hemofilia dan gangguan perdarahan lainnya, termasuk kisah inspiratif dari para pasien. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat, mendorong deteksi dini, serta memperbaiki tatalaksana bagi para penyintas gangguan perdarahan di Indonesia.