Polemik Kasus Pagar Laut Tangerang: Bareskrim Didesak Usut Tuntas Dugaan Korupsi
Kasus pembangunan pagar laut di Tangerang, Banten, terus menuai sorotan. Kali ini, giliran Bareskrim Polri yang mendapatkan kritik karena dianggap kurang serius dalam menelusuri dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut.
Mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto, menilai bahwa Bareskrim terlalu fokus pada potensi kerugian negara dan mengabaikan aspek-aspek lain yang berpotensi menjadi celah korupsi, seperti suap, gratifikasi, perbuatan curang, dan pemerasan. Ia berpendapat bahwa kasus ini memiliki indikasi kuat terjadinya peralihan hak milik tanah negara menjadi milik pribadi atau perusahaan, yang kemungkinan besar melibatkan praktik suap atau gratifikasi kepada pejabat yang berwenang.
Agus menjelaskan:
"Jika kita melihat secara sederhana dari kasus pagar laut ini, ada peralihan milik negara menjadi hak milik pribadi atau perusahaan. Hal ini pasti ada potensi suap atau gratifikasi dari pejabat publik yang berwenang mengubah akta kepemilikan."
Untuk mengatasi perbedaan pandangan dalam penanganan kasus ini, Agus menyarankan agar penyidik Bareskrim Polri dan tim dari Kejaksaan Agung duduk bersama untuk menyamakan persepsi. Ia juga mengusulkan agar kasus ini dilimpahkan kepada Kortas Tipikor Polri, yang dinilai memiliki pemahaman yang sama dengan Kejaksaan Agung.
Menurut Agus, pemalsuan surat yang terjadi dalam kasus ini berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara. Hal ini disebabkan karena tanah yang seharusnya menjadi milik negara berpindah tangan ke pihak lain. Tanah yang sudah di reklamasi akan memiliki nilai tinggi yang akan menimbulkan kerugian negara.
"Luasan area laut yang dipagari ini yang harus dinilai sebagai kerugian negara. Cuma, mungkin butuh waktu karena bisa jadi BPN sedang mencari standar nilai jual luasan area per m²," jelasnya.
Kasus pagar laut ini menjadi perhatian publik karena Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri memiliki perbedaan pendapat dalam penanganannya. Kejaksaan Agung menduga adanya korupsi dalam penerbitan dokumen sertifikat lahan, sedangkan Bareskrim menilai persoalan hanya sebatas pemalsuan dokumen. Meskipun Bareskrim telah dua kali melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung, namun berkas tersebut selalu dikembalikan karena dianggap belum memenuhi petunjuk dari Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung telah memberikan instruksi kepada Bareskrim agar mengusut dugaan suap atau gratifikasi yang berkaitan dengan korupsi dalam kasus ini. Jaksa juga menemukan adanya dugaan korupsi dalam pemalsuan surat tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Tangerang, beserta jajaran stafnya.
Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, menyatakan bahwa berkas perkara yang diterima dari Bareskrim tidak mengalami perubahan dari berkas perkara awal dan tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi oleh Bareskrim.
Kasus ini masih terus berlanjut dan diharapkan dapat segera diselesaikan dengan tuntas agar kebenaran dapat terungkap dan para pelaku dapat bertanggung jawab atas perbuatannya.