Kasus Pelecehan Seksual di Bandung: Polisi dan Kejaksaan Bahas Potensi Penerapan Pasal Pemberatan untuk Tersangka

Penyidik kepolisian sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk menjerat Priguna Anugerah Pratama, tersangka kasus pelecehan seksual terhadap keluarga pasien, dengan pasal pemberatan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Surawan, mengungkapkan bahwa koordinasi intensif dilakukan untuk menentukan pasal pemberatan yang tepat bagi mantan dokter residen anestesi tersebut. Pertemuan antara penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah dilakukan untuk membahas penerapan pasal pemberatan ini.

Saat ini, penyidik fokus pada penyelesaian berkas perkara. Beberapa tahapan penting masih menunggu hasil, termasuk tes swab, DNA, toksikologi, dan psikologi. Akibatnya, rekonstruksi kejadian belum dapat dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Rekonstruksi akan dilakukan setelah hasil tes DNA dan lainnya lengkap, dan atas permintaan dari JPU," jelas Surawan.

Kasus ini bermula dari laporan pelecehan seksual yang terjadi di sebuah ruangan yang belum difungsikan di Gedung MCHC (Mother and Child Health Care Center) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Modus operandi tersangka adalah dengan mempelajari situasi rumah sakit, mencari celah pengawasan, dan melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP). Tersangka, dengan dalih pemeriksaan medis dan pengambilan darah, membawa korban ke ruangan tersebut dan memberikan bius hingga korban tidak sadarkan diri. Setelah sadar, korban merasakan sakit di bagian sensitif tubuhnya.

Kepolisian telah memeriksa 17 saksi, termasuk korban dan dokter pengawas. Tersangka telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Penyidik juga mempertimbangkan penerapan Pasal 64 KUHP tentang perbuatan berulang.

Selain proses hukum, kasus ini juga berdampak pada karier tersangka. Universitas Padjadjaran (Unpad) telah memberhentikan Priguna dari program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) karena dianggap mencoreng nama baik institusi dan profesi kedokteran. RSHS Bandung juga memasukkan nama Priguna ke dalam daftar hitam, melarangnya berpraktik di rumah sakit tersebut. Kementerian Kesehatan bahkan telah mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) milik Priguna, yang secara efektif mengakhiri izin praktiknya sebagai dokter.