Ancaman Tarif AS: Gelombang PHK Diprediksi Hantam Indonesia, Ekonomi Melambat
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal mengintai Indonesia sebagai dampak dari potensi penerapan kebijakan tarif timbal balik (Reciprocal Tarif) oleh Amerika Serikat. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memprediksi, jika kebijakan yang digagas mantan Presiden AS, Donald Trump, dengan mengenakan tarif hingga 32% diberlakukan, setidaknya 1,2 juta pekerja di berbagai sektor industri di Indonesia akan kehilangan mata pencaharian mereka.
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menjelaskan bahwa dampak dari kebijakan proteksionis ini akan sangat signifikan bagi negara-negara pengekspor, termasuk Indonesia. Analisis yang didasarkan pada publikasi Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan adanya korelasi terbalik antara tarif impor dan volume impor. Kenaikan tarif impor sebesar satu persen berpotensi menurunkan volume impor suatu negara hingga 0,8 persen.
"Penerapan tarif akan secara langsung meningkatkan harga barang-barang asal Indonesia di pasar Amerika Serikat," ujar Huda dalam diskusi Forum Wartawan Perindustrian di Jakarta. "Akibatnya, permintaan terhadap produk-produk Indonesia akan menurun, yang pada gilirannya akan memukul produksi di dalam negeri."
Penurunan produksi ini, lanjut Huda, akan berimplikasi langsung pada kebutuhan tenaga kerja. Perusahaan-perusahaan yang mengalami penurunan permintaan akan terpaksa mengurangi jumlah karyawan mereka untuk menekan biaya operasional. CELIOS memperkirakan, sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) akan menjadi salah satu yang paling terpukul, dengan potensi PHK mencapai 191.000 pekerja.
Namun, dampak PHK tidak hanya terbatas pada sektor TPT. Industri-industri lain yang berorientasi ekspor, seperti industri kimia dasar, minyak hewani, dan minyak nabati, juga berpotensi mengalami hal serupa. Bahkan, industri kelapa sawit (CPO) yang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia, diperkirakan akan kehilangan sekitar 28.000 tenaga kerja akibat penurunan permintaan dari AS.
Selain ancaman PHK, kebijakan tarif AS juga diprediksi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. CELIOS memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 4,1 hingga 4,3 persen jika perang tarif dengan AS benar-benar terjadi. Angka ini jauh di bawah target pertumbuhan yang telah ditetapkan pemerintah.
Menghadapi ancaman ini, Huda mendesak para pelaku industri dan pembuat kebijakan untuk segera mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat. Diversifikasi pasar ekspor menjadi salah satu solusi utama untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS. Selain itu, penguatan pasar domestik juga dinilai penting untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Adapun langkah mitigasi yang dapat diambil antara lain:
- Diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada Amerika Serikat.
- Penguatan pasar domestik melalui peningkatan daya beli masyarakat dan pengembangan industri dalam negeri.
- Peningkatan daya saing produk Indonesia melalui inovasi dan efisiensi produksi.
- Diplomasi ekonomi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat, Indonesia diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari kebijakan tarif AS dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.