Sidang Korupsi Proyek Jalan Teluk Bintuni, Saksi Ungkap Pengembalian Dana Hingga Pertemuan di Polda

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Kampung Simiei-Kampung Obo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, senilai Rp 6,3 miliar, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam persidangan yang menghadirkan dua saksi kunci, terungkap fakta baru mengenai pengembalian dana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, serta adanya pertemuan di Polda Papua Barat untuk membahas permasalahan ini.

Abdullah Kabrahanubun, seorang staf honorer, memberikan kesaksian yang cukup mengejutkan. Ia mengaku bahwa namanya dipinjam oleh Richard Talakua, mantan Kepala Inspektorat Teluk Bintuni, untuk digunakan sebagai bendera CV Sigemarai Permata karena kedekatannya dengan Muchlis, pemilik CV tersebut. Abdullah menyatakan bahwa ia menerima titipan uang sebesar Rp 150 juta dari Richard untuk diserahkan kepada Muchlis setelah pencairan dana proyek. Sementara itu, saksi lainnya, Nobel Rantetandung, seorang ASN di Bappeda Teluk Bintuni, menjelaskan perannya dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek tersebut. Nobel mengakui bahwa pagu anggaran proyek sekitar Rp 6 miliar, dengan estimasi panjang jalan yang akan dibangun sepanjang 4,5 kilometer dari Simiei ke Obo.

Salah satu poin penting yang terungkap dalam persidangan adalah adanya pertemuan antara para terdakwa dan pihak-pihak terkait di Polda Papua Barat. Dalam pertemuan tersebut, mereka disarankan untuk melakukan pengembalian dana ke kas negara. Setelah pertemuan itu, pengembalian dana dilakukan secara bertahap, mencapai total sekitar Rp 5 miliar. Pengembalian terakhir tercatat pada bulan Agustus. Kuasa hukum terdakwa, Patrick Tendirerung, mempertanyakan apakah pengembalian dana tersebut dilakukan sebelum penetapan status tersangka. Polres Teluk Bintuni telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini pada November 2024, yaitu Suradi ST selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Muchlis pemilik CV Sigemarai Permata, sementara Richard Talakua masih berstatus buron.

Suradi mengonfirmasi adanya pertemuan dengan sejumlah pihak terkait kasus tersebut, termasuk Kapolda. Selain dirinya, pertemuan itu juga dihadiri oleh Frans Awak, Muchlis, Richard Talakua, Ida Bagus Putu Suratna, Abdullah, Nobel Rantetandung, dan beberapa pihak lainnya. Kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 5 Jo Pasal 35 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam dakwaan juga terungkap fakta bahwa pembangunan ruas jalan tersebut sebenarnya telah dikerjakan oleh PT Wijaya Sentosa, dengan dana yang bersumber dari CSR perusahaan tersebut, bukan oleh CV Sigemarai Permata. Selain itu, proyek ini juga terindikasi tidak melalui proses lelang, sehingga menimbulkan dugaan rekayasa dokumen lelang yang diduga difasilitasi oleh Nurjanah.

Sidang akan dilanjutkan pada hari Rabu pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.

Berikut poin-poin penting yang terungkap dalam persidangan:

  • Pengakuan saksi mengenai peminjaman nama CV dan penerimaan titipan uang.
  • Keterlibatan ASN Bappeda dalam penyusunan RAB proyek.
  • Adanya pertemuan di Polda Papua Barat dan saran untuk pengembalian dana.
  • Pengembalian dana sebesar Rp 5 miliar ke kas negara secara bertahap.
  • Pembangunan jalan yang ternyata dikerjakan oleh PT Wijaya Sentosa dengan dana CSR.
  • Dugaan rekayasa dokumen lelang dan keterlibatan pihak lain.

Persidangan ini terus mengungkap fakta-fakta baru yang semakin memperjelas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Teluk Bintuni. Masyarakat menanti perkembangan selanjutnya dan berharap agar keadilan dapat ditegakkan dalam kasus ini.