Kisah Pilu Mantan Pemain Sirkus: Kekerasan, Eksploitasi, dan Perjuangan Mencari Identitas

Jakarta – Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan derita panjang yang mereka alami selama bertahun-tahun di bawah tekanan dan kekerasan. Dalam audiensi dengan Kementerian HAM, mereka menceritakan pengalaman traumatis, mulai dari pemisahan paksa dari keluarga hingga perlakuan tidak manusiawi yang mereka terima.

Salah satu korban, Ida, mengisahkan bagaimana dirinya mengalami kecelakaan serius saat pertunjukan di Lampung. Alih-alih mendapat pertolongan medis segera, ia dibiarkan menahan rasa sakit hingga kondisinya memburuk. "Saya jatuh dari ketinggian, tetapi tidak langsung dibawa ke rumah sakit. Pinggang saya bengkak, baru kemudian dioperasi di Jakarta," ujarnya dengan suara bergetar. Ida akhirnya bertemu kembali dengan keluarganya setelah kejadian tersebut.

Kesaksian lain datang dari Butet, yang mengaku mengalami kekerasan fisik bahkan saat sedang hamil. "Saya dipukuli jika performa buruk, dirantai, dan dipaksa tampil meski dalam kondisi hamil. Setelah melahirkan, anak saya diambil paksa," tuturnya. Butet juga mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui identitas aslinya, termasuk nama dan usia sebenarnya, hingga kini.

Fifi, yang diambil dari Butet saat masih bayi, menceritakan pengalaman lebih mengerikan. "Saya diseret, dikurung di kandang macan, dan disetrum hingga lemas. Rambut saya ditarik, dan saya dipasung," kenangnya. Meski sempat melarikan diri, Fifi kembali ditangkap dan mengalami penyiksaan yang lebih kejam.

Tindakan Kementerian HAM Wakil Menteri HAM Mugiyanto menyatakan akan segera memanggil pihak Taman Safari Indonesia untuk klarifikasi. "Kami akan memastikan tidak ada lagi praktik serupa. Ini harus ditangani secepat mungkin," tegasnya. Mugiyanto juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap prinsip hak asasi manusia dalam dunia usaha, mengacu pada Strategi Nasional Bisnis dan HAM 2022.

Tantangan Hukum Proses hukum dalam kasus ini dinilai kompleks karena sebagian besar kejadian terjadi pada era 70-an hingga 80-an, sebelum Indonesia memiliki Undang-Undang HAM. Namun, Mugiyanto menegaskan bahwa pelaku tetap dapat dijerat hukum jika ditemukan unsur pidana. "KUHP sudah ada sejak Indonesia merdeka. Tidak ada alasan untuk membiarkan pelanggaran seperti ini," ujarnya.

Respons Taman Safari Manajemen Taman Safari Indonesia membantah keterlibatan dalam kasus ini. "Kami tidak memiliki hubungan bisnis atau hukum dengan mantan pemain sirkus tersebut. Ini adalah masalah pribadi," jelas mereka dalam pernyataan resmi. Mereka juga menegaskan komitmen terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menghimbau masyarakat untuk tidak terpancing informasi yang tidak berdasar.