Eksploitasi dan Derita di Balik Tirai Sirkus: Kisah Pilu Mantan Artis Sirkus Indonesia

Jakarta - Sejumlah mantan pemain sirkus mengungkapkan derita panjang yang mereka alami selama bertahun-tahun di bawah naungan kelompok hiburan tersebut. Dalam audiensi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), mereka menceritakan berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, hingga perampasan identitas yang dialami sejak masa kanak-kanak.

Salah satu korban, Ida, mengisahkan bagaimana dirinya mengalami cedera serius saat pertunjukan di Lampung. "Saya terjatuh dari ketinggian, tetapi pertolongan medis tidak segera diberikan. Saya harus menahan sakit hingga kondisi memburuk," ujarnya dengan suara gemetar. Baru setelah pinggangnya membengkak, ia dibawa ke rumah sakit dan diketahui mengalami patah tulang. Peristiwa itu justru menjadi jalan baginya untuk kembali bertemu dengan keluarga yang telah lama terpisah.

Kisah lain datang dari Butet, yang mengaku mengalami penyiksaan fisik bahkan dalam kondisi hamil. "Saya dipukuli jika pertunjukan dianggap tidak memuaskan. Pernah dirantai dengan rantai gajah hingga kesulitan buang air," katanya. Ia juga mengungkapkan bagaimana dirinya dipaksa tetap tampil meski sedang mengandung, lalu dipisahkan dari anaknya setelah melahirkan. Butet bahkan tidak mengetahui identitas aslinya, termasuk nama, usia, maupun keluarga kandung.

  • Kekerasan fisik selama pertunjukan
  • Eksploitasi anak sejak usia dini
  • Pemisahan paksa antara ibu dan anak
  • Perampasan identitas korban

Fifi, anak kandung Butet, menambahkan kisahnya yang tak kalah memilukan. Diambil sejak bayi, ia mengalami siksaan ekstrem setelah mencoba melarikan diri. "Saya disetrum di bagian kelamin hingga lemas, rambut ditarik, dan dipasung," kenangnya. Upayanya melaporkan kejahatan ini ke pihak berwajib pada 1997 kandas karena kurangnya bukti.

Wakil Menteri HAM Mugiyanto menyatakan akan segera memanggil pihak terkait untuk klarifikasi. "Kami akan mengawal rekomendasi Komnas HAM yang belum ditindaklanjuti," tegasnya. Ia menekankan pentingnya penerapan prinsip bisnis dan HAM di dunia hiburan, mengacu pada Strategi Nasional Bisnis dan HAM 2022.

Di sisi lain, manajemen Taman Safari Indonesia membantah keterlibatan institusional dalam kasus ini. "Ini masalah individu, tidak terkait dengan operasional perusahaan kami," jelas pernyataan resmi mereka. Mereka menegaskan komitmen terhadap tata kelola perusahaan yang baik dan meminta masyarakat tidak menyamaratakan kasus ini dengan institusi mereka.