PDGI Tegaskan Batas Kewenangan Tukang Gigi dalam Praktik Kesehatan

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) kembali menegaskan bahwa tukang gigi tidak termasuk dalam kategori tenaga kesehatan. Hal ini didasarkan pada ketiadaan kompetensi medis yang memadai sesuai standar profesi kedokteran gigi. PDGI menilai perluasan kewenangan tukang gigi ke ranah medis berpotensi menimbulkan risiko serius bagi masyarakat.

Menurut Ketua Pengurus Besar PDGI, drg. Usman Sumantri, praktik tukang gigi merupakan bentuk pelayanan tradisional yang diatur secara terbatas dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2014. Regulasi ini secara eksplisit hanya memperbolehkan tukang gigi untuk melakukan pemasangan gigi tiruan lepasan sederhana, tanpa melibatkan tindakan medis apa pun. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak hanya berimplikasi hukum tetapi juga membahayakan keselamatan pasien.

Beberapa risiko utama yang diidentifikasi PDGI meliputi: - Potensi penularan penyakit melalui kontaminasi air liur - Kurangnya pemahaman tentang anatomi dan patologi gigi - Ketidaktahuan tentang protokol pengendalian infeksi - Ketidakmampuan menangani komplikasi medis

PDGI juga merespons wacana peningkatan kompetensi tukang gigi yang digulirkan pemerintah. Organisasi profesi ini menegaskan bahwa solusi atas keterbatasan tenaga dokter gigi di daerah terpencil tidak boleh mengorbankan standar keamanan pasien. Usman menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan secara jelas membatasi praktik kesehatan hanya pada tenaga medis yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).

Lebih jauh, PDGI mengingatkan tentang keterkaitan erat antara kesehatan gigi dengan berbagai kondisi sistemik, termasuk: - Diabetes mellitus - Penyakit kardiovaskular - Gangguan fungsi ginjal - Komplikasi kehamilan - Masalah stunting pada anak

Diskusi ini bukan sekadar persoalan pembagian peran, melainkan upaya mewujudkan transformasi sistem layanan kesehatan gigi yang lebih profesional dan berbasis bukti ilmiah.