Perda Masyarakat Hukum Adat: Fahira Idris Desak Akselerasi Implementasi di Seluruh Indonesia
Perda Masyarakat Hukum Adat: Desakan Akselerasi Implementasi di Seluruh Indonesia
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal DKI Jakarta, Fahira Idris, mendesak percepatan pembentukan dan implementasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Masyarakat Hukum Adat di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) telah menjamin pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, realisasinya di tingkat daerah masih jauh dari harapan. Dalam keterangan persnya, Kamis (6/5/2025), Fahira mengungkapkan keprihatinannya atas minimnya jumlah daerah yang telah memiliki Perda tersebut, yang hingga saat ini baru sekitar 47 daerah saja. Hal ini disampaikan Fahira menyusul Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), para pakar, akademisi, dan peneliti yang fokus pada isu masyarakat adat, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Fahira menekankan pentingnya Perda sebagai instrumen hukum yang dapat memperkuat posisi hukum masyarakat adat. Namun, ia menyoroti sejumlah kendala krusial. Pertama, lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam mendorong penyusunan dan pengesahan Perda tersebut. Kedua, perbedaan interpretasi definisi masyarakat hukum adat dalam berbagai regulasi nasional yang menghambat proses identifikasi dan pemetaan wilayah adat. Ketiga, banyaknya Perda yang telah diterbitkan bersifat deklaratif tanpa disertai mekanisme implementasi yang jelas, sehingga efektivitasnya dalam melindungi hak-hak masyarakat adat menjadi rendah. Oleh karena itu, diperlukan strategi konkret untuk mempercepat proses penyusunan dan implementasi Perda ini. Fahira pun mengemukakan lima rekomendasi penting:
- Insentif Pemerintah Pusat: Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) perlu memberikan insentif kepada daerah yang telah mengesahkan Perda Masyarakat Hukum Adat, berupa bantuan anggaran, dukungan teknis, atau penghargaan.
- Kebijakan Afirmatif: Pembuatan Perda Masyarakat Hukum Adat wajib diterapkan di setiap daerah, khususnya daerah dengan jumlah komunitas adat signifikan.
- Pelatihan bagi Legislator dan Aparatur: Pelatihan intensif bagi legislator dan aparatur daerah tentang pentingnya Perda Masyarakat Hukum Adat, termasuk aspek teknis penyusunannya, serta pentingnya kolaborasi dengan akademisi dan masyarakat adat.
- Peningkatan Partisipasi Masyarakat Adat: Partisipasi aktif masyarakat adat dalam proses penyusunan Perda mutlak diperlukan. Pemerintah daerah harus memfasilitasi musyawarah adat dan menjamin peran aktif masyarakat adat dalam pengawasan dan implementasi Perda.
- Advokasi dan Harmonisasi Regulasi: Dukungan penuh dari pemerintah dan DPR diperlukan untuk percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat sebagai payung hukum yang lebih kuat. Selain itu, perlu dilakukan peninjauan regulasi yang berpotensi menghambat pengakuan masyarakat adat, seperti regulasi yang terlalu birokratis atau yang memberi celah eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat.
Fahira menyimpulkan bahwa keterlambatan dalam pembentukan Perda Masyarakat Hukum Adat tidak hanya menciptakan ketidakpastian hukum bagi masyarakat adat, tetapi juga membuka peluang eksploitasi wilayah adat. Dengan adanya Perda yang kuat dan implementasi yang konsisten, hak-hak masyarakat hukum adat akan lebih terlindungi dan keberlangsungannya terjamin.