Dampak Lonjakan Harga Emas Terhadap Kelangsungan Usaha Pedagang Pasar Tradisional
Pasar Bukit Duri, Jakarta Selatan - Para pedagang emas di pasar tradisional ini menghadapi tantangan berat akibat fluktuasi harga komoditas yang tidak stabil. Kenaikan signifikan harga emas dalam beberapa bulan terakhir berdampak langsung pada penurunan jumlah pembeli dan omzet penjualan.
Menurut Almas (60), salah satu pedagang senior, harga emas 23 karat yang semula berkisar Rp850.000-Rp900.000 per gram kini melonjak menjadi Rp1,2 juta per gram. Sementara untuk emas 22 karat, terjadi kenaikan dari Rp580.000-Rp650.000 menjadi Rp700.000-Rp750.000 per gram. "Pembeli lebih memprioritaskan kebutuhan pokok seperti beras dibandingkan berinvestasi emas di saat harga melambung tinggi," ujarnya.
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi kondisi pasar emas tradisional:
- Perubahan pola konsumsi: Banyak konsumen beralih ke pembelian emas secara online
- Penurunan daya beli: Masyarakat lebih memilih mengalokasikan dana untuk kebutuhan primer
- Persaingan harga: Pedagang kesulitan menyesuaikan margin keuntungan dengan fluktuasi pasar
King (39), pedagang lainnya, mengungkapkan penurunan omzet mencapai lebih dari 50% selama periode Lebaran tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya. "Banyak toko emas tradisional terpaksa tutup karena tidak mampu bertahan dalam kondisi pasar yang tidak menentu," jelas King.
Konflik antara pedagang dan pembeli juga kerap terjadi, terutama saat transaksi pembelian kembali emas. Almas menceritakan sering terjadi selisih harga antara ekspektasi penjual dengan harga yang bisa ditawarkan pedagang. "Sebagai pedagang, kami harus memperhitungkan berbagai risiko termasuk kemungkinan penurunan harga mendatang," tambahnya.
Maraknya pemberitaan mengenai fluktuasi harga emas di media dinilai turut memicu ketegangan di tingkat pedagang ritel. Para pedagang berharap adanya stabilisasi harga untuk mengembalikan minat masyarakat berinvestasi emas melalui saluran tradisional.