Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Dicokok Kejagung Terkait Kasus Suap CPO

Ketua PN Jaksel Ditahan Terkait Suap Kasus CPO: Runtuhnya Benteng Keadilan?

Jakarta - Dunia peradilan kembali tercoreng dengan penangkapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Arif ditahan atas dugaan terlibat dalam kasus suap terkait penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO). Penangkapan ini menjadi pukulan telak bagi citra lembaga peradilan dan menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas hakim.

Selain Arif, tiga tersangka lain juga turut diamankan, yakni WG (Panitera Muda Perdata Jakarta Utara), Marcella Santoso (kuasa hukum korporasi), dan seorang advokat berinisial AR. Keempatnya langsung dijebloskan ke rumah tahanan (rutan) terpisah setelah ditetapkan sebagai tersangka. Arif dan Marcella ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung, AR di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan WG di Rutan Kelas I Jakarta Timur cabang Rutan KPK.

Kronologi Penangkapan dan Dugaan Suap

Penangkapan ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO yang melibatkan tiga perusahaan besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Diduga, Arif menerima suap senilai Rp 60 miliar dari Marcella dan AR melalui WG untuk memuluskan perkara dan memastikan putusan ontslag (perbuatan terdakwa terbukti tetapi bukan tindak pidana) bagi ketiga korporasi tersebut.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa WG merupakan orang kepercayaan Arif. Uang suap tersebut disinyalir diserahkan melalui WG sebagai perantara.

Ancaman Hukuman dan Pasal yang Dilanggar

Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal terkait tindak pidana korupsi, suap, dan gratifikasi. WG disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Marcella dan AR disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Arif dijerat dengan Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kontroversi Putusan Bebas untuk Korporasi CPO

Kasus ini semakin menarik perhatian karena sebelumnya, pada 19 Maret 2025, tiga korporasi yang terlibat dalam korupsi ekspor CPO, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa meskipun para terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, perbuatan tersebut dinyatakan bukan merupakan tindak pidana (ontslag).

Putusan ini menuai kontroversi dan menimbulkan kecurigaan adanya praktik suap dalam proses peradilan. Apalagi, JPU sebelumnya menuntut para terdakwa dengan denda dan uang pengganti dalam jumlah yang fantastis:

  • PT Wilmar Group (Tenang Parulian): Denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 11.880.351.802.619 (jika tidak dibayar, harta disita dan dilelang, atau subsidiair 19 tahun penjara).
  • Permata Hijau Group (David Virgo): Denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 (jika tidak dibayar, harta disita dan dilelang, atau subsidiair 12 bulan penjara).
  • Musim Mas Group (Gunawan Siregar): Denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1 (jika tidak dibayar, harta disita dan dilelang, atau subsidiair 15 tahun penjara).

Para terdakwa diyakini melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penangkapan Ketua PN Jaksel ini menjadi momentum penting untuk membersihkan praktik-praktik kotor di dunia peradilan. Masyarakat berharap agar kasus ini diusut tuntas dan semua pihak yang terlibat, tanpa terkecuali, mendapatkan hukuman yang setimpal. Integritas lembaga peradilan harus ditegakkan demi mewujudkan keadilan yang sejati.