Penyalahgunaan Solar Subsidi: Bareskrim Ungkap Keterlibatan Operator SPBU dan Oknum Kepala Desa
Penyalahgunaan Solar Subsidi: Bareskrim Ungkap Keterlibatan Operator SPBU dan Oknum Kepala Desa
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik penyelewengan solar subsidi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan seorang kepala desa. Pengungkapan kasus ini berawal dari penangkapan delapan tersangka di Tuban dan Karawang, Jawa Barat, yang menggunakan barcode ilegal MyPertamina untuk memperoleh solar subsidi. Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, Direktur Dirtipidter Bareskrim Polri, menjelaskan detail penyelidikan dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
Di Tuban, penyelidikan menunjukkan adanya indikasi kuat keterlibatan operator SPBU dalam perolehan 45 barcode MyPertamina yang berbeda-beda, hanya menggunakan satu perangkat. “Modus yang digunakan menunjukkan adanya kerjasama yang terstruktur antara para tersangka dengan operator SPBU dalam mendapatkan akses ilegal terhadap barcode tersebut,” ungkap Brigjen Nunung. Pihak kepolisian menegaskan akan menindak tegas semua pihak yang terbukti terlibat, termasuk operator SPBU yang terbukti memberikan akses atau memfasilitasi praktik ilegal ini. Lebih lanjut, penyidik memastikan bahwa SPBU yang terlibat dalam kasus ini adalah milik swasta, meski pasokan solar bersumber dari Pertamina. Identifikasi SPBU dilakukan melalui kode unik yang tertera pada setiap SPBU, baik milik Pertamina maupun swasta.
Sementara itu, di Karawang, ditemukan dugaan keterlibatan Kepala Desa Kamijaya, Kecamatan Dawuan Barat, dalam penerbitan surat rekomendasi untuk memperoleh barcode MyPertamina. Surat rekomendasi yang semestinya diperuntukkan bagi petani, disalahgunakan untuk memperoleh solar bersubsidi secara ilegal. “Kepala desa tersebut diduga menerbitkan surat keterangan petani secara fiktif, kemudian dikumpulkan dan diserahkan kepada para pelaku untuk digunakan dalam pembelian solar subsidi,” jelas Brigjen Nunung. Saat ini, Bareskrim masih mendalami peran kepala desa dan jaringan yang terlibat dalam praktik tersebut.
Modus operandi para pelaku cukup sistematis. Mereka membeli solar subsidi dalam jumlah besar menggunakan barcode ilegal di SPBU. Solar yang berhasil diperoleh kemudian dijual kembali dengan harga industri, yang jauh lebih tinggi daripada harga subsidi. Selisih harga yang signifikan antara solar subsidi (Rp 6.800 per liter) dan harga jual (Rp 8.600 per liter) menjadi daya tarik utama bagi para pelaku untuk menjalankan praktik ilegal ini. Solar subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi petani dan nelayan, justru mengalir ke sektor industri, mengakibatkan kerugian negara dan ketidakadilan distribusi.
Bareskrim mengimbau masyarakat untuk berperan aktif dalam pengawasan dan pelaporan. Partisipasi masyarakat sangat krusial dalam memberantas praktik penyelewengan barang subsidi. “Kerjasama antara pemerintah, kepolisian, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan transparansi dan keadilan dalam penyaluran subsidi,” tegas Brigjen Nunung. Laporan dari masyarakat akan menjadi dasar bagi kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penegakan hukum yang lebih efektif. Langkah ini diharapkan dapat mencegah praktik serupa dan memastikan penyaluran subsidi tepat sasaran serta mencegah kerugian negara yang lebih besar.
Berikut poin penting dalam kasus penyalahgunaan solar subsidi:
- Keterlibatan operator SPBU: Diduga memfasilitasi perolehan barcode ilegal MyPertamina.
- Keterlibatan Kepala Desa: Diduga menerbitkan surat rekomendasi fiktif untuk mendapatkan solar subsidi.
- Modus Operandi: Pembelian solar subsidi dengan barcode ilegal dan dijual kembali dengan harga industri.
- Selisih Harga: Perbedaan harga yang signifikan antara solar subsidi dan harga jual menjadi pemicu utama.
- Imbauan Kepolisian: Masyarakat diminta untuk aktif melaporkan praktik serupa.