Pengusaha Elektronik Menentang Relaksasi TKDN, Khawatirkan Dampak Negatif pada Industri Domestik
Penolakan Pelonggaran TKDN: Industri Elektronik Nasional Terancam?
Jakarta - Rencana pemerintah untuk melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menuai penolakan dari kalangan pengusaha elektronik. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), Daniel Suhardiman, secara tegas menyatakan bahwa kebijakan TKDN seharusnya diperkuat, bukan malah direlaksasi. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap permintaan Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan fleksibilitas dalam penerapan TKDN.
"Menurut kami, kebijakan harusnya diperkuat dan tidak dilonggarkan. Jika dilonggarkan, maka negara atau komoditas lain juga akan meminta pelonggaran," tegas Daniel, menekankan potensi efek domino yang dapat merugikan industri dalam negeri. Ia menjelaskan bahwa esensi dari TKDN adalah untuk memastikan setiap rupiah uang pajak yang berasal dari rakyat dan dialokasikan melalui APBN/APBD serta BUMN/BUMD, dibelanjakan untuk produk-produk buatan Indonesia.
Dampak Pelonggaran TKDN
Daniel Suhardiman menjelaskan beberapa potensi dampak negatif jika aturan TKDN dilonggarkan:
- Penurunan Utilisasi Industri: Industri, terutama yang mengandalkan program TKDN, akan mengalami penurunan utilisasi karena berkurangnya permintaan domestik.
- Ketidakpastian Investasi: Pelonggaran TKDN dapat menciptakan ketidakpastian regulasi, yang pada gilirannya dapat memicu keraguan dan pengalihan investasi dari sektor elektronik ke luar negeri.
- Kehilangan Peluang Penjualan: Produsen dalam negeri berpotensi kehilangan peluang penjualan Business-to-Government (B2G), baik melalui tender maupun e-katalog.
Usulan Penerapan TKDN Sektoral
Untuk meningkatkan efektivitas TKDN, Daniel mengusulkan penerapan TKDN sektoral. Dalam skema ini, setiap peralatan elektronik, selain Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT), akan memiliki kebijakan TKDN tersendiri. Langkah ini diyakini dapat meningkatkan utilisasi industri elektronik secara signifikan, memberikan jaminan bagi investor, dan menarik investasi baru.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyampaikan perlunya realisme dalam penerapan TKDN. Ia mengusulkan agar TKDN dibuat lebih fleksibel, bahkan diganti dengan insentif. Prabowo berpendapat bahwa masalah konten dalam negeri lebih luas dari sekadar regulasi TKDN dan terkait erat dengan pendidikan IPTEK dan sains.
"Masalah kemampuan dalam negeri, konten dalam negeri itu luas. Itu masalah pendidikan IPTEK, sains. Jadi, itu enggak bisa diselesaikan dengan cara regulasi minta TKDN naik," kata Prabowo.
Meski mengakui tujuan baik dari kebijakan TKDN, yaitu mendorong nasionalisme terhadap industri dalam negeri, Prabowo memperingatkan bahwa pemaksaan TKDN dapat membuat Indonesia kalah saing dengan negara lain. Relaksasi TKDN, menurutnya, adalah bagian dari upaya deregulasi yang telah diperintahkannya.
Konsekuensi Ekonomi
Menurut Daniel, belanja negara untuk produk dalam negeri akan menciptakan nilai tambah berupa peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Sebaliknya, jika uang negara digunakan untuk membeli produk impor, nilai tambah tersebut akan dinikmati oleh negara lain. Ia menekankan bahwa TKDN seharusnya memprioritaskan industri dalam negeri, namun impor tetap dimungkinkan jika industri dalam negeri belum mampu memproduksi produk yang dibutuhkan.
Penolakan dari Gabel ini mencerminkan kekhawatiran mendalam di kalangan pengusaha elektronik terhadap potensi dampak negatif pelonggaran TKDN. Mereka berpendapat bahwa alih-alih melonggarkan, pemerintah seharusnya memperkuat kebijakan TKDN untuk melindungi dan mengembangkan industri elektronik nasional.