Kemenkes Bekukan Sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi RSHS Imbas Kasus Kekerasan Seksual
Kemenkes Bekukan Sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi RSHS Imbas Kasus Kekerasan Seksual
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengambil tindakan tegas menyusul terungkapnya kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang residen anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung. Sebagai respons terhadap insiden yang mencoreng dunia medis tersebut, Kemenkes menginstruksikan penghentian sementara seluruh aktivitas Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSHS selama satu bulan penuh.
Keputusan ini diambil sebagai langkah krusial untuk memberikan kesempatan bagi RSUP Hasan Sadikin dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) melakukan evaluasi menyeluruh dan perbaikan mendasar terhadap sistem pengawasan, tata kelola, dan keamanan lingkungan pendidikan. Kemenkes berharap, dengan penangguhan sementara ini, RSHS dan FK Unpad dapat merancang dan mengimplementasikan protokol yang lebih ketat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang serta menjamin keamanan dan kesejahteraan seluruh peserta didik.
"Kemenkes telah menginstruksikan Direktur Utama RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu, selama 1 bulan, kegiatan residensi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin. Hal ini dilakukan untuk dilakukan evaluasi dan perbaikan pengawasan serta tata kelola bersama FK Unpad," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman.
Kasus kekerasan seksual ini melibatkan seorang residen anestesi yang diduga melakukan tindakan asusila terhadap seorang pasien yang akan menjalani prosedur pengambilan darah untuk cross match atau pemeriksaan kecocokan darah sebelum transfusi. Pelaku disinyalir menyalahgunakan wewenangnya dengan memberikan obat bius secara berlebihan kepada korban, yang mengakibatkan korban tidak sadarkan diri. Dalam kondisi tidak berdaya, korban mengalami tindakan kekerasan seksual.
Berdasarkan hasil investigasi, pelaku diduga melakukan percobaan suntikan sebanyak 15 kali hingga korban kehilangan kesadaran. Peristiwa tersebut terjadi pada tengah malam, dan korban baru tersadar sekitar pukul 04:00 pagi. Setelah menyadari adanya kejanggalan, korban melakukan pemeriksaan visum yang mengonfirmasi adanya bekas sperma.
Pihak kepolisian telah menahan pelaku dan menjeratnya dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun. Selain penahanan, penyidik juga telah mengamankan sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan kasus ini, termasuk:
- 2 buah infus fullset
- 2 buah sarung tangan
- 7 buah suntikan
- 12 buah jarum suntik
- 1 buah kondom
- Beberapa jenis obat-obatan
Kasus ini menjadi sorotan tajam dan memicu keprihatinan mendalam di kalangan tenaga medis dan masyarakat luas. Diharapkan, tindakan tegas yang diambil oleh Kemenkes dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh institusi pendidikan kedokteran di Indonesia untuk lebih serius dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di lingkungan kerja dan pendidikan.