Pengungkapan Kasus Penyalahgunaan BBM Subsidi: Delapan Tersangka Dibekuk di Tuban dan Karawang

Pengungkapan Kasus Penyalahgunaan BBM Subsidi: Delapan Tersangka Dibekuk di Tuban dan Karawang

Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penyalahgunaan barcode MyPertamina untuk pembelian dan penjualan kembali BBM subsidi jenis solar. Sebanyak delapan tersangka telah ditetapkan dan kasusnya telah dinaikkan ke tahap penyidikan sejak 27 Februari 2025. Modus operandi yang digunakan para tersangka di dua lokasi berbeda, Tuban, Jawa Timur, dan Karawang, Jawa Barat, menunjukkan skema kejahatan yang terorganisir dan memanfaatkan celah sistem distribusi BBM subsidi.

Modus Operandi di Tuban dan Karawang

Di Kabupaten Tuban, tiga tersangka, yaitu BC, K, dan J, terlibat dalam aksi ini. Tersangka BC berperan sebagai aktor utama. Ia menggunakan mobil Isuzu Panther yang telah dimodifikasi untuk mengambil solar dari SPBU menggunakan 45 barcode berbeda yang disimpan di ponselnya. Selain itu, BC juga menyewakan lahan miliknya seharga Rp 1 juta per bulan sebagai gudang penyimpanan BBM ilegal. Tersangka K dan J, yang bekerja sebagai sopir dan kernet tangki PT TAR, berperan mengangkut solar curian dari gudang BC ke pembeli. Proses pemindahan BBM dari gudang dilakukan dengan bantuan COM dan CRN, dua orang yang saat ini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Sementara itu, di Kabupaten Karawang, lima tersangka, yakni LA, HB, S, AS, dan E, menjalankan modus yang sedikit berbeda. Tersangka E membeli solar subsidi dari SPBU secara berulang-ulang dengan menggunakan beberapa barcode berbeda, kemudian menampungnya di pangkalan miliknya sebelum dijual kembali dengan harga di atas harga subsidi. Sedangkan LA, S, AS, dan HB membeli dan mengangkut solar subsidi dari SPBU tanpa melakukan pembayaran langsung, dengan transaksi pembayaran dilakukan melalui transfer. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap kemungkinan keterlibatan pihak SPBU yang akan diusut lebih lanjut.

Peran Tersangka dan Tindak Pidana

Modus operandi yang digunakan para tersangka menunjukkan adanya perencanaan dan pembagian peran yang sistematis. Mereka memanfaatkan celah dalam sistem pengawasan distribusi BBM subsidi dengan menggunakan sejumlah barcode berbeda dan melakukan transaksi di luar prosedur yang berlaku. Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 Angka IX Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang perubahan atas ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. Ancaman hukuman yang dihadapi para tersangka adalah pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 60 miliar.

Langkah-langkah Ke Depan

Bareskrim Polri akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan penyalahgunaan BBM subsidi yang lebih luas. Pencarian terhadap dua DPO di Tuban juga masih terus dilakukan. Selain itu, investigasi terhadap kemungkinan keterlibatan pihak SPBU dalam kasus ini akan menjadi fokus utama penyelidikan selanjutnya. Kasus ini menjadi peringatan penting terkait pengawasan distribusi BBM subsidi dan perlunya perbaikan sistem untuk mencegah praktik serupa di masa mendatang.