Mantan Wakil Walikota Palembang dan Suami Terjerat Kasus Dugaan Korupsi Dana PMI

Skandal Korupsi Dana PMI Palembang: Mantan Wakil Walikota dan Suami Resmi Jadi Tersangka

Palembang, Sumatera Selatan - Gelombang kejut menerjang Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang setelah mantan Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda, dan suaminya, Dedi Sipriyanto, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana pengganti darah pada PMI Kota Palembang periode 2020-2023. Penetapan tersangka ini diumumkan oleh Kejaksaan Negeri Palembang setelah serangkaian pemeriksaan intensif terhadap keduanya.

Pasangan suami istri ini sebelumnya diperiksa sebagai saksi pada hari Selasa, 8 April 2025. Setelah melalui proses interogasi yang mendalam, penyidik Kejaksaan Negeri Palembang merasa memiliki cukup bukti untuk meningkatkan status keduanya menjadi tersangka dan langsung melakukan penahanan.

"Penyidik telah menetapkan FA dan DS sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan biaya pengganti darah di PMI Kota Palembang," tegas Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin, dalam keterangan persnya.

Fitrianti Agustinda, yang menjabat sebagai Ketua PMI Palembang periode 2019-2024, diduga terlibat langsung dalam penyalahgunaan dana tersebut. Sementara itu, Dedi Sipriyanto, yang menduduki posisi Kepala Bagian Administrasi dan Umum Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Palembang, juga diduga turut berperan aktif dalam praktik korupsi ini.

Kasus ini mencuat setelah adanya indikasi penyalahgunaan dana biaya pengganti pengolahan darah yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Modus operandi yang dilakukan diduga merugikan keuangan negara dalam jumlah yang signifikan. Namun, pihak kejaksaan masih enggan membeberkan angka pasti kerugian negara karena masih dalam proses penghitungan oleh auditor independen.

"Kedua tersangka memiliki peran aktif dalam pengelolaan dana tersebut yang tidak sesuai peruntukannya," imbuh Hutamrin.

Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka, Fitrianti Agustinda dititipkan di Lapas Perempuan Kelas II Palembang, sementara Dedi Sipriyanto mendekam di Rutan Kelas I A Palembang. Keduanya akan menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Atas perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan, Fitrianti dan Dedi dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara dan ancaman hukuman yang berat.

"Penahanan ini dilakukan demi kepentingan penyelidikan agar kasus ini dapat diusut tuntas dan mengungkap semua pihak yang terlibat," pungkas Hutamrin.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra PMI dan menjadi pengingat bagi seluruh pejabat publik untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam mengemban amanah yang diberikan. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat diusut secara transparan dan pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.

Implikasi dan Langkah Selanjutnya

Penetapan tersangka terhadap mantan Wakil Walikota Palembang dan suaminya ini tentu saja memiliki implikasi yang luas. Selain merusak reputasi pribadi, kasus ini juga mencoreng nama baik pemerintah kota Palembang dan organisasi PMI secara keseluruhan. Masyarakat kini menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, khususnya yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

Kejaksaan Negeri Palembang diharapkan dapat segera menuntaskan penyidikan kasus ini dan membawa para pelaku ke meja hijau. Selain itu, perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan dana PMI Palembang selama beberapa tahun terakhir untuk mengidentifikasi potensi penyimpangan lainnya.

Kasus ini juga menjadi momentum bagi pemerintah daerah dan PMI pusat untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan dan pengendalian internal organisasi. Perlu adanya mekanisme yang lebih ketat untuk mencegah terjadinya praktik korupsi di masa mendatang. Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pengurus dan staf PMI tentang pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.

Kasus korupsi di PMI Palembang ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga publik. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.