Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di UGM, Puan Maharani Desak Hukuman Berat dan Reformasi Sistemik Pendidikan

Puan Maharani Geram: Kasus Pelecehan Seksual di UGM Harus Ditindak Tegas

Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengecam keras dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) terhadap sejumlah mahasiswi. Menanggapi kasus yang mencoreng dunia pendidikan ini, Puan dengan tegas menyatakan bahwa tidak boleh ada toleransi sedikit pun terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus dan mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Tidak ada ruang untuk kekerasan seksual di dunia pendidikan. Pelaku harus menerima konsekuensi setimpal atas perbuatannya," ujar Puan dalam keterangan resminya, Rabu (9/4/2025).

Kasus ini mencuat setelah EM, seorang Guru Besar di Fakultas Farmasi UGM, diduga melakukan serangkaian tindakan pelecehan seksual terhadap belasan mahasiswi selama periode 2023-2024. Modus yang digunakan EM adalah mendekati korban melalui kegiatan akademik, seperti bimbingan, diskusi, dan persiapan lomba, yang sebagian besar dilakukan di luar lingkungan kampus. Laporan mengenai tindakan EM pertama kali diterima oleh pihak Fakultas Farmasi pada Juli 2024.

Puan Maharani menegaskan bahwa tindakan EM tidak hanya mencoreng nama baik UGM sebagai institusi pendidikan terkemuka, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas dunia akademik. Ia menekankan bahwa kampus seharusnya menjadi ruang aman bagi para mahasiswa dan mahasiswi untuk belajar dan berkembang, bukan tempat yang mengancam masa depan mereka.

Desakan Reformasi Sistemik dan Penguatan Implementasi Permendikbudristek PPKS

Lebih lanjut, Puan Maharani mendesak pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), untuk memperkuat implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Ia menekankan pentingnya sistem yang efektif agar regulasi tersebut benar-benar dijalankan di seluruh lingkungan kampus.

"Satuan Tugas PPKS harus diberikan kewenangan yang lebih luas dan dukungan yang memadai agar tidak hanya menjadi formalitas belaka," tegas Puan.

Selain itu, Puan juga mendorong evaluasi total dan audit menyeluruh terhadap mekanisme tata kelola etika serta sistem pembimbingan akademik di kampus. Ia menekankan perlunya sistem pelaporan yang aman dan rahasia, serta jaminan perlindungan bagi saksi dan korban.

"Relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswa seringkali menjadi celah bagi terjadinya pelecehan. Korban seringkali takut untuk melapor karena khawatir akan berdampak pada nilai akademik mereka. Budaya seperti ini harus dihilangkan," papar Puan.

Pembentukan Pusat Krisis dan Pendampingan Nasional

Puan juga mendesak pembentukan pusat krisis dan pendampingan nasional bagi korban pelecehan seksual yang independen dari kampus dan dapat diakses 24 jam setiap hari. Ia juga menyerukan kampanye nasional untuk melawan relasi kuasa yang tidak sehat di lingkungan kampus, yang memerlukan dukungan dari semua pihak, termasuk dari internal kampus itu sendiri.

Di sisi lain, Puan memastikan bahwa DPR RI akan terus mengawal penanganan kasus ini secara serius dan mendorong reformasi sistemik demi terwujudnya ruang pendidikan yang adil, aman, dan manusiawi bagi seluruh anak bangsa.

UGM Berikan Sanksi Tegas

Universitas Gadjah Mada sendiri telah mengambil tindakan tegas terhadap EM. Satgas PPKS UGM telah melakukan pendampingan terhadap korban, memeriksa saksi-saksi, dan memeriksa terlapor sesuai dengan peraturan dan SOP yang berlaku. Pimpinan UGM telah menjatuhkan sanksi kepada EM berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen, sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku.

Poin-poin penting yang disoroti Puan Maharani:

  • Hukuman berat bagi pelaku pelecehan seksual.
  • Penguatan implementasi Permendikbudristek PPKS.
  • Evaluasi tata kelola etika dan sistem pembimbingan akademik.
  • Sistem pelaporan yang aman dan perlindungan korban.
  • Pembentukan pusat krisis dan pendampingan nasional.
  • Kampanye nasional melawan relasi kuasa yang tidak sehat.