Eks Napi Kasus Harun Masiku Gugat Penyidik KPK, Lembaga Beri Bantuan Hukum
Pengadilan Negeri Bogor menjadi arena perseteruan hukum antara Agustiani Tio Fridelina, mantan narapidana kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti. Agustiani melayangkan gugatan perdata, menuntut ganti rugi sebesar Rp 2,5 miliar atas dugaan intimidasi yang dialaminya saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
KPK sendiri tidak tinggal diam. Lembaga antirasuah ini memberikan dukungan penuh kepada penyidiknya dengan menyiapkan bantuan hukum. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan bahwa pendampingan hukum akan diberikan kepada AKBP Rossa Purbo Bekti, mengingat yang bersangkutan adalah bagian dari pegawai KPK yang sedang menjalankan tugas.
"Pasti KPK akan memberikan pendampingan terhadap AKBP Rossa Purbo Bekti dalam perkara tersebut karena beliau adalah bagian dari pegawai KPK," kata Johanis Tanak.
Kuasa hukum Rossa Purbo Bekti dipercayakan kepada tim dari IM57+, sebuah organisasi yang beranggotakan mantan pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa penunjukan IM57+ dilakukan oleh Rossa sendiri, dengan asistensi dari Biro Hukum KPK.
"Penyidik Rossa menunjuk dari IM57+ untuk menjadi kuasa hukum, dengan bantuan asistensi dari Biro Hukum KPK," ujar Tessa.
Army Mulyanto, kuasa hukum Agustiani Tio Fridelina, mengungkapkan bahwa gugatan perdata ini didasarkan pada dugaan intimidasi yang dilakukan Rossa Purbo Bekti terhadap kliennya saat pemeriksaan di KPK. Ia mengklaim bahwa Agustiani mengalami tekanan yang tidak semestinya selama proses tersebut.
"Substansinya lebih seperti yang kemarin disampaikan pada saat keterangan sebagai saksi, di praperadilan PN Jaksel. Bahwa pada saat pemeriksaan di KPK RI sebagai saksi penggugat, Agustiani Tio Fridelina mengalami intimidasi dari Tergugat Rosa Purbo Bekti," jelas Army.
Agustiani Tio Fridelina sendiri bukanlah nama asing dalam pusaran kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku. Ia merupakan mantan terpidana dalam kasus suap yang juga menyeret nama Wahyu Setiawan, mantan komisioner KPU. Agustiani divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta pada tahun 2020 atas perannya dalam kasus tersebut.
Dalam kasus tersebut, Wahyu Setiawan dan Agustiani dinyatakan bersalah menerima suap dari Harun Masiku dengan total nilai SGD 19 ribu dan SGD 38.350, atau setara dengan Rp 600 juta. Suap tersebut diberikan dengan tujuan agar Wahyu membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW), meskipun perolehan suara Harun tidak memenuhi syarat.
Kasus ini membuka kembali luka lama terkait polemik TWK di KPK dan bagaimana dampak dari kebijakan tersebut terhadap kinerja pemberantasan korupsi. Di satu sisi, KPK berkewajiban memberikan perlindungan hukum kepada pegawainya yang menghadapi gugatan terkait tugasnya. Di sisi lain, gugatan ini juga menjadi sorotan publik terkait profesionalisme dan integritas penyidik KPK dalam menjalankan tugasnya. Proses hukum di PN Bogor akan menjadi arena pembuktian bagi kedua belah pihak, sekaligus menguji independensi dan transparansi lembaga peradilan dalam menangani perkara yang melibatkan tokoh-tokoh penting dalam kasus korupsi.
Berikut poin-poin penting dari berita ini:
- Pihak yang terlibat:
- Agustiani Tio Fridelina (Mantan Napi Kasus Harun Masiku)
- Rossa Purbo Bekti (Penyidik KPK)
- KPK
- IM57+
- Tuntutan: Gugatan perdata dengan ganti rugi Rp 2,5 Miliar
- Alasan Gugatan: Dugaan intimidasi saat pemeriksaan saksi
- Respon KPK: Memberikan bantuan hukum kepada penyidik
- Kuasa Hukum Rossa: IM57+ dengan asistensi Biro Hukum KPK