Masjid Kemayoran Surabaya: Jejak Perlawanan dan Arsitektur Sejarah di Tengah Kota Pahlawan
Masjid Kemayoran Surabaya: Jejak Perlawanan dan Arsitektur Sejarah di Tengah Kota Pahlawan
Masjid Roudhotul Musyawarah, lebih dikenal sebagai Masjid Kemayoran, berdiri megah di Jalan Indrapura, Surabaya. Lebih dari sekadar tempat ibadah, masjid tua ini menyimpan sejarah panjang yang tak terpisahkan dari perjuangan masyarakat Surabaya melawan penjajah Belanda. Berbeda dengan kebanyakan masjid di Surabaya, Masjid Kemayoran memiliki latar belakang pendirian yang unik, yaitu sebagai kompensasi atas penggusuran Masjid Surapringga yang berada di sekitar Tugu Pahlawan. Penggusuran tersebut, yang direncanakan untuk perluasan kantor Pengadilan Tinggi Belanda (kini kantor Gubernur Jawa Timur), menimbulakan perlawanan sengit dari para jemaah dan takmir Masjid Surapringga.
Perlawanan tersebut berujung pada peristiwa tragis. Menurut Ahmad Sulthoni, takmir Masjid Kemayoran, pertempuran dengan pihak Belanda mengakibatkan gugurnya seorang kiai bernama Badrudin. Kepahlawanan Kiai Badrudin, yang kemudian dijuluki Kiai Sedo Masjid, dikenang hingga kini. Makam beliau, yang terletak di selatan Tugu Pahlawan, menjadi saksi bisu peristiwa berdarah tersebut. Lokasi tempat Kiai Badrudin gugur pun dikenali sebagai kawasan Tembakan, sebuah nama yang hingga kini melekat di area tersebut. Sebagai bentuk kompensasi atas penggusuran dan tragedi yang terjadi, pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun Masjid Kemayoran di lahan milik seorang perwira Belanda berpangkat mayor di sisi utara.
Lebih dari sekedar pengganti, Masjid Kemayoran berkembang menjadi pusat pertemuan para takmir masjid-masjid kuno di Surabaya. Ahmad Sulthoni menjelaskan bahwa Masjid Agung Sunan Ampel, Masjid Rahmat Kembang Kuning, dan Masjid Jami Peneleh sering berkumpul di Masjid Kemayoran untuk bermusyawarah. Hal inilah yang kemudian memunculkan nama Roudhotul Musyawarah, yang berarti 'taman permusyawaratan'. Prasasti beraksara Jawa di dalam masjid menandai pembangunannya antara tahun 1848 hingga 1852 Masehi (1772 hingga 1776 Saka). Arsitektur masjid yang unik, dengan pintu tinggi dan besar, lantai teraso, pilar kayu kokoh, dan taman mini di tengahnya, mencerminkan keindahan arsitektur masa lalu.
Meskipun telah berusia lebih dari 175 tahun, Masjid Kemayoran telah mengalami beberapa renovasi. Bentuk atap, yang awalnya berundak, diubah menjadi kubah. Namun, rencana untuk mengembalikan atap ke bentuk aslinya tengah dipertimbangkan. Peristiwa bersejarah juga meninggalkan jejak pada struktur masjid. Salah satu pilar di sisi kiri hancur akibat serangan bom pada Pertempuran 10 November di Surabaya, meninggalkan satu menara yang berdiri kokoh hingga kini. Beberapa bagian lain, seperti lantai halaman dan dinding ruang utama, juga telah direnovasi dengan material modern seperti keramik dan marmer. Keunikan lain dari Masjid Kemayoran adalah adanya makam Waliyulloh Abah Thoyyib, seorang kiai besar dari Gresik, di bagian belakang masjid, yang kerap diziarahi masyarakat.
Tradisi berbagi takjil dan makanan berbuka puasa selama Ramadhan juga menjadi bagian integral dari kehidupan Masjid Kemayoran. Sekitar 400 bungkus makanan dibagikan setiap harinya, dengan kegiatan mengaji bersama sebagai bagian dari rangkaian kegiatan ngabuburit. Masjid Kemayoran bukan hanya sebuah bangunan tua, tetapi sebuah monumen hidup yang menyimpan kisah perjuangan, arsitektur indah, dan semangat persatuan umat.