Kompolnas Soroti Lambannya Pengusutan Kasus Kematian Mahasiswa UKI, Desak Transparansi dan Ungkap Hasil Otopsi
Kompolnas Kritisi Penyelidikan Kasus Mahasiswa UKI yang Tak Kunjung Tuntas
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyampaikan keprihatinannya atas lambatnya penanganan kasus kematian Kenzha Ezra Walewangko, seorang mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI). Lebih dari sebulan berlalu sejak peristiwa tragis pada 4 Maret 2025, namun Polres Metro Jakarta Timur belum berhasil mengungkap penyebab pasti kematian korban, memicu desakan agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan profesional.
Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam, menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus ini. Menurutnya, transparansi dapat diwujudkan dengan memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) secara berkala kepada pihak pelapor, yaitu Universitas Kristen Indonesia. Anam menyoroti informasi yang menyebutkan bahwa keluarga korban sempat tidak menerima SP2HP, meskipun ia mengakui bahwa secara administratif, SP2HP memang seharusnya diberikan kepada pelapor utama.
"Semua kasus, termasuk kasus ini, harus ditangani secara transparan," tegas Anam. Ia menambahkan bahwa keluarga korban tetap dapat mengakses informasi perkembangan kasus melalui pihak kampus atau langsung melalui kepolisian.
Mendesak Pengungkapan Hasil Otopsi dan Percepatan Penyelidikan
Kompolnas juga mendesak Polres Metro Jakarta Timur untuk segera mengungkap hasil otopsi yang diharapkan dapat memberikan titik terang mengenai penyebab kematian Kenzha. Pengungkapan hasil otopsi diyakini dapat meredakan spekulasi dan desakan dari keluarga korban yang menduga adanya tindakan kekerasan atau pengeroyokan yang menyebabkan kematian Kenzha.
Anam menjelaskan pentingnya klarifikasi mengenai kondisi fisik Kenzha sebelum meninggal. "Apakah luka-luka tersebut disebabkan oleh lebam mayat atau memar? Ini penting untuk dijelaskan karena konsekuensinya berbeda. Jika ada memar, berarti ada tindakan sebelum kematian," ujarnya.
Meski menyadari bahwa tidak semua detail hasil otopsi dapat diungkapkan ke publik demi kepentingan penyelidikan, Anam menekankan bahwa informasi inti mengenai penyebab kematian harus disampaikan.
Kompolnas juga menilai bahwa Polres Metro Jakarta Timur seharusnya dapat mempercepat proses penyelidikan mengingat lokasi kejadian yang relatif sempit dan saksi-saksi yang tersedia. Anam menyarankan agar polisi melakukan rekonstruksi peristiwa menjelang kematian Kenzha untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Tanggapan Polres Metro Jakarta Timur
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk melakukan penyelidikan secara transparan dan profesional. Hingga saat ini, polisi telah memeriksa 39 saksi, termasuk pihak rektorat UKI, petugas keamanan kampus, dan mahasiswa yang berada di sekitar lokasi kejadian.
"Penyelidikan ini kami lakukan secara transparan dan akuntabel. Setiap langkah penyelidikan akan dipertanggungjawabkan secara hukum dan dilakukan untuk mengungkap kebenaran data dan fakta," kata Lilipaly.
Mengenai dugaan luka-luka dan patah tulang yang dialami Kenzha, Lilipaly menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu hasil otopsi dari RS Polri Kramatjati. Ia menekankan bahwa penjelasan resmi mengenai kondisi tubuh korban hanya dapat diberikan oleh ahli otopsi atau dokter forensik yang berwenang.
"Kami ingin memastikan penyebab kematian korban dari seorang ahli yang berhak memberikan keterangan sesuai keahliannya dan bukan dari opini yang berkembang ataupun pernyataan spekulasi semata kepada publik dari pihak yang tidak bertanggung jawab," pungkasnya.
Poin Penting:
- Kompolnas desak transparansi dan percepatan pengusutan kasus kematian mahasiswa UKI.
- Pentingnya pengungkapan hasil otopsi untuk mengetahui penyebab kematian.
- Polres Metro Jakarta Timur berkomitmen melakukan penyelidikan transparan dan profesional.
- 39 saksi telah diperiksa, termasuk pihak kampus dan mahasiswa.