Ancaman Tarif Impor AS: Industri Otomotif Nasional di Persimpangan Jalan

Industri Otomotif Nasional Hadapi Tantangan Kenaikan Tarif Impor AS

Jakarta - Industri otomotif nasional dihadapkan pada tantangan baru menyusul kebijakan Amerika Serikat (AS) yang mengenakan tarif impor baru untuk berbagai jenis barang. Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) memperkirakan kebijakan ini akan berdampak signifikan pada ekspor komponen otomotif Indonesia, yang saat ini menempati urutan kedua terbesar setelah Jepang.

Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki, menyampaikan kekhawatiran terkait potensi banjirnya produk komponen otomotif dari China ke pasar Indonesia. Hal ini dapat terjadi sebagai konsekuensi dari kebijakan tarif AS terhadap China, yang mendorong produsen China mencari pasar alternatif dengan biaya yang lebih rendah. "Masalahnya sekarang kita itu impor dari China komponen cukup banyak tapi kita tidak bisa ekspor ke sana," ujarnya. "Dengan tarif impor China yang besar ke sana, mau nggak mau mereka (China) mencari negara yang lebih murah. Pasti otomatis lari ke negara-negara yang seperti kita sebagai pangsa pasar mereka. Jadi kita harus proteksi lah," kata Rachmat.

Untuk mengatasi tantangan ini, GIAMM mengusulkan beberapa langkah strategis, di antaranya:

  • Penerapan Hambatan Non-Tarif: Mendorong implementasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan barang impor.
  • Pendekatan Timbal Balik (Reciprocal Tariff): Menerapkan tarif yang setara sebagai respons terhadap tarif yang dikenakan oleh AS. "Kalau mereka kenakan tarif tinggi, kita pun perlu menyesuaikan. Tarif dibalas tarif. Tapi juga jangan lupa opsi lain seperti menurunkan tarif untuk produk AS agar terjadi keseimbangan," ucap Basuki.
  • Diplomasi Dagang: Memperkuat diplomasi dagang dengan negara-negara mitra untuk memastikan industri nasional mendapatkan perlindungan yang memadai.

GIAMM menekankan pentingnya proteksi terhadap pasar domestik, mengingat potensi dampak negatif dari kebijakan tarif AS terhadap daya saing industri otomotif nasional. Meski demikian, Rachmat Basuki tetap optimis bahwa pasar Amerika masih dapat diraih oleh para pelaku usaha komponen kendaraan Tanah Air, selama tarif yang dikenakan terhadap China tidak lebih rendah dari Indonesia.

Kebijakan tarif impor AS yang baru ini menetapkan tarif sebesar 32 persen untuk barang-barang impor dari Indonesia. Kondisi ini menuntut respons cepat dan terukur dari pemerintah dan pelaku industri untuk menjaga keberlangsungan dan daya saing industri otomotif nasional di pasar global.