Mengungkap Strategi Tarif Trump: Rumus di Balik Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat

Mengungkap Strategi Tarif Trump: Rumus di Balik Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat

Kebijakan tarif yang diterapkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menjadi sorotan dunia karena dampaknya yang luas terhadap perdagangan global. Kebijakan ini mengenakan tarif impor terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan alasan untuk mengurangi defisit perdagangan dan melindungi industri dalam negeri AS. Namun, bagaimana sebenarnya rumus di balik perhitungan tarif tersebut, dan apa implikasinya bagi ekonomi global?

Membedah Rumus Tarif Trump

Secara sederhana, rumus yang digunakan oleh pemerintahan Trump untuk menentukan tarif adalah sebagai berikut:

  1. Hitung Defisit Perdagangan: Defisit perdagangan dihitung dengan mengurangkan nilai ekspor AS ke suatu negara dari nilai impor AS dari negara tersebut.
  2. Bagi dengan Total Impor: Defisit perdagangan kemudian dibagi dengan total nilai impor barang dari negara tersebut.
  3. Bagi Dua dan Bulatkan: Hasilnya dibagi dua dan dibulatkan ke atas untuk mendapatkan persentase tarif yang akan dikenakan.

Contohnya, jika AS memiliki defisit perdagangan sebesar $295 miliar dengan China dan total impor dari China adalah $440 miliar, maka perhitungannya adalah: $295 miliar / $440 miliar = 0.67 atau 67%. Angka ini kemudian dibagi dua menjadi 33.5% dan dibulatkan menjadi 34%, yang menjadi tarif yang dikenakan terhadap China.

Kritik dan Implikasi

Rumus ini menuai kritik karena dianggap tidak mencerminkan prinsip timbal balik yang adil dalam perdagangan internasional. Tarif timbal balik seharusnya didasarkan pada tarif yang dikenakan suatu negara kepada AS ditambah hambatan non-tarif lainnya. Namun, rumus Trump lebih berfokus pada penghapusan defisit perdagangan bilateral.

Salah satu kelemahan utama dari pendekatan ini adalah bahwa negara-negara yang membeli lebih banyak barang dari AS tetap dikenakan tarif, meskipun AS tidak mengalami defisit perdagangan dengan negara tersebut. Misalnya, Inggris dikenakan tarif sebesar 10% meskipun AS tidak memiliki defisit perdagangan barang dengan Inggris.

Para ekonom berpendapat bahwa penerapan tarif dapat mengurangi defisit perdagangan bilateral antara AS dan negara-negara lain, tetapi tidak akan secara signifikan mengurangi defisit perdagangan AS secara keseluruhan. Ini karena defisit perdagangan AS lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi internal, seperti tingkat konsumsi dan investasi yang lebih tinggi daripada produksi dalam negeri.

Selain itu, kebijakan tarif ini juga dapat merugikan ekonomi global dengan meningkatkan biaya produksi, mengurangi daya saing, dan memicu perang dagang antara negara-negara.

Dampak yang Lebih Luas

Pemerintahan Trump berpendapat bahwa tarif diperlukan untuk melindungi industri manufaktur AS dan menciptakan lapangan kerja. Namun, banyak ekonom khawatir bahwa tarif justru dapat merugikan konsumen AS karena harga barang impor menjadi lebih mahal.

Selain itu, tarif dapat memicu retaliasi dari negara-negara lain, yang dapat menyebabkan penurunan ekspor AS dan merugikan perusahaan-perusahaan AS yang bergantung pada perdagangan internasional.

Profesor Jonathan Portes dari King's College, London, mengatakan bahwa tarif memang dapat mengurangi defisit perdagangan bilateral antara AS dan negara-negara lain, tetapi akan ada banyak dampak yang lebih luas yang tidak diperhitungkan sebelumnya.

Thomas Sampson dari London School of Economics menambahkan bahwa rumus tersebut direkayasa ulang untuk merasionalisasi pengenaan tarif pada negara-negara yang menjual barang lebih banyak ke AS. Ia berpendapat bahwa tidak ada alasan ekonomi yang rasional untuk memberlakukan hal ini, karena hanya akan merugikan ekonomi global.

Kesimpulan

Rumus tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump merupakan pendekatan yang kontroversial dan menuai kritik dari para ekonom. Kebijakan ini berfokus pada pengurangan defisit perdagangan bilateral, tetapi tidak mempertimbangkan dampak yang lebih luas terhadap ekonomi global. Penerapan tarif dapat merugikan konsumen, memicu retaliasi perdagangan, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

  • Defisit Perdagangan
  • Tarif Impor
  • Kebijakan Perdagangan
  • Ekonomi Global
  • Industri Manufaktur
  • Timbal Balik