Antisipasi Tarif Trump, DPR Dorong Penguatan Industri Nasional dan Diversifikasi Pasar Ekspor
Antisipasi Tarif Trump, DPR Dorong Penguatan Industri Nasional dan Diversifikasi Pasar Ekspor
Jakarta - Kebijakan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS), dikenal sebagai 'Tarif Trump', memicu reaksi dari berbagai pihak di Indonesia. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis dan komprehensif dalam rangka meminimalkan dampak negatif kebijakan tersebut terhadap perekonomian nasional. Evita menekankan bahwa 'Tarif Trump' justru dapat menjadi momentum krusial untuk memperkuat fundamental industri dalam negeri.
Penguatan Industri Domestik sebagai Prioritas Utama
Evita menyatakan, "Pemerintah sebaiknya memfokuskan diri pada penguatan industri dalam negeri. Saat ini, semua negara berlomba-lomba mencari pasar ekspor yang besar, dan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama. Hal ini menjadi perhatian kita, karena industri kita akan semakin tertekan, dan dampaknya akan dirasakan oleh tenaga kerja." Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi untuk melindungi dan mengembangkan industri nasional agar mampu bersaing di tengah tekanan global.
Evita mengusulkan beberapa langkah konkret untuk memperkuat industri dalam negeri, antara lain:
- Peningkatan Daya Saing: Pemerintah harus secara konsisten meningkatkan daya saing produk lokal dengan memberikan insentif kepada industri yang terdampak tarif. Insentif ini dapat berupa keringanan pajak, subsidi, atau bantuan teknis.
- Peningkatan Kualitas Produk: Kualitas produk ekspor harus terus ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar internasional. Hal ini dapat dilakukan melalui investasi dalam riset dan pengembangan (R&D), pelatihan tenaga kerja, dan penerapan standar kualitas yang ketat.
- Hilirisasi Industri: Hilirisasi industri, yaitu pengolahan bahan mentah menjadi produk bernilai tambah tinggi, perlu dipercepat. Hilirisasi akan meningkatkan nilai ekspor dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
- Substitusi Impor: Pemerintah harus terus mengembangkan substitusi impor untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku dan barang impor. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong investasi di sektor-sektor yang menghasilkan barang substitusi impor.
- Mempertahankan TKDN: Mempertahankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai perisai industri yang bisa mendorong industri dalam negeri lebih kuat dan kompetitif, meningkatkan daya saing industri dalam negeri, dan membuka peluang untuk menciptakan lapangan kerja.
Diplomasi dan Negosiasi Perdagangan
Selain penguatan industri dalam negeri, Evita juga mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat dan strategis dalam bidang diplomasi dan negosiasi perdagangan. Langkah-langkah tersebut antara lain:
- Negosiasi dengan AS: Pemerintah harus terus melakukan komunikasi dan negosiasi dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan untuk mencari solusi terbaik terkait tarif impor. Hal ini dapat dilakukan melalui perundingan ulang tarif atau mencari kompensasi lain.
- Pemanfaatan Forum Internasional: Indonesia dapat memanfaatkan forum internasional seperti WTO dan ASEAN untuk menekan AS agar mempertimbangkan kembali kebijakan tarifnya. Selain itu, Indonesia juga dapat berkoordinasi dengan negara-negara yang terkena dampak tarif untuk membentuk strategi bersama.
- Perjanjian Perdagangan Bebas: Pemerintah perlu mendorong perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara yang lebih terbuka terhadap produk Indonesia. Perjanjian perdagangan bebas akan membuka peluang ekspor baru bagi produk Indonesia.
Diversifikasi Pasar Ekspor
Evita menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS. Ia menyarankan pemerintah untuk memperluas ekspor ke negara-negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Selain itu, pemerintah juga perlu mempercepat perjanjian dagang dengan negara mitra untuk membuka peluang ekspor baru.
Evita menjelaskan bahwa selama ini produk ekspor Indonesia sangat mengandalkan pasar AS untuk produk-produk seperti mesin dan perlengkapan elektronik, pakaian dan aksesorisnya, alas kaki, palm oil, karet dan barang dari karet, perabotan, ikan dan udang, olahan daging dan ikan, dan lainnya. Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap kebijakan perdagangan AS.
Selain AS, China dan India juga merupakan pasar utama ekspor nonmigas Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada tahun 2024, tiga negara itu berkontribusi sebesar 42,94 persen dari total ekspor nonmigas nasional. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru agar produk ekspor Indonesia tetap aman jika terjadi masalah di salah satu pasar utama.
Kebijakan tarif baru AS yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump mengenakan tarif timbal balik sebesar 32 persen kepada Indonesia. Besaran tarif tersebut terkait dengan defisit perdagangan AS ke Indonesia yang, menurut data, mencapai 14,34 miliar dollar AS pada tahun 2024.