Kemunduran LuLu Hypermarket di Indonesia: Antara Janji Ekspor dan Realitas Rak Kosong

Redupnya Gemerlap LuLu Hypermarket di Indonesia

Nama LuLu Hypermarket, jaringan ritel asal Uni Emirat Arab, dahulu hadir dengan gemilang di Indonesia. Namun, kini, sorotan tertuju pada indikasi penutupan massal gerai-gerainya, menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan bisnis mereka di Tanah Air.

Kabar tentang kondisi memprihatinkan LuLu Hypermarket pertama kali mencuat melalui media sosial. Unggahan warganet menggambarkan kondisi gerai yang memprihatinkan. Gerai di QBIG BSD City dilaporkan hampir kosong melompong. Sementara itu, cabang di Cakung menampilkan pemandangan rak-rak yang tak lagi terisi barang dan suasana pengap akibat AC yang tidak berfungsi. Kondisi ini diperparah dengan diskon besar-besaran hingga 80 persen, seolah menjadi sinyal perpisahan dari pasar Indonesia.

Kenangan Manis dan Harapan yang Pupus

Kehadiran LuLu Hypermarket di Indonesia pada awalnya disambut dengan antusiasme tinggi. Pembukaan gerai pertama di Cakung pada Mei 2016 bahkan dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo. Saat itu, Presiden Jokowi menyoroti potensi LuLu Hypermarket dalam mendorong ekspor produk-produk lokal, terutama dari sektor pertanian, ke pasar internasional.

"Ada 165 outlet yang tersebar di Asia dan Timur Tengah dan tahun 2014 lalu sudah mengekspor produk Indonesia lebih dari 50,2 juta dollar AS," ungkap Jokowi kala itu, menggarisbawahi peran strategis LuLu dalam meningkatkan daya saing produk Indonesia di kancah global.

Bahkan, setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden, Jokowi masih menaruh harapan besar pada LuLu Hypermarket. Dalam kunjungannya ke Abu Dhabi pada Februari 2025, ia menyampaikan aspirasinya agar produk unggulan Indonesia, seperti alpukat dari Kendal, dapat menembus pasar ekspor melalui jaringan LuLu.

"Ada kecocokan permintaan untuk buah alpukat yang bisa kita pasok dengan kualitas unggul," tulisnya di media sosial, mencerminkan optimisme terhadap potensi kerjasama antara Indonesia dan LuLu.

Realitas Pahit di Lapangan

Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Alih-alih ekspansi dan pertumbuhan, LuLu Hypermarket justru menghadapi masa-masa sulit. Di gerai Cakung, rak-rak kosong menjadi pemandangan yang umum. Area toko tampak gelap dan kurang terawat. Produk yang tersisa pun hanya barang-barang kebutuhan rumah tangga, dekorasi musiman yang tidak lagi relevan, serta sisa-sisa alas kaki dan pakaian yang dijual dengan harga obral.

Ketidakpastian ini turut dirasakan oleh para karyawan. Dadang (nama samaran), seorang staf LuLu Hypermarket, mengungkapkan kegelisahannya mengenai kelanjutan operasional perusahaan. Ia mengaku belum mendapatkan informasi yang jelas dari manajemen terkait masa depan mereka.

"Belum tahu sih, belum ada info dari manajemen," ujarnya dengan nada khawatir.

Kondisi ini semakin diperparah dengan berkurangnya jumlah karyawan tetap yang tersisa. Saat ini, hanya ada dua karyawan tetap yang bertugas, sementara sisanya adalah anak magang. Hal ini semakin menambah ketidakpastian di kalangan karyawan dan menimbulkan kekhawatiran akan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Banyak juga yang menunggu kejelasan gitu lah, yang karyawan tetap juga deg-degan," imbuh Dadang, menggambarkan suasana tegang di antara para karyawan.

Senjakala Sebuah Era

Dengan kondisi yang semakin memprihatinkan, nasib LuLu Hypermarket di Indonesia kini berada di ujung tanduk. Pelanggan kehilangan tempat berbelanja, karyawan dihantui ketidakpastian, dan mimpi tentang ekspor produk lokal melalui jaringan LuLu Hypermarket tampaknya semakin menjauh.

Seiring dengan rak-rak yang perlahan dikosongkan dan lampu-lampu yang padam satu per satu, senjakala LuLu Hypermarket di Indonesia semakin terasa nyata.