Tragedi Mandalay: Gempa Dahsyat Guncang Kota Emas, Ribuan Nyawa Melayang dan Bau Maut Menguar
Gempa Bumi Dahsyat Luluh Lantakan Mandalay: Ribuan Meninggal, Kota Emas Berubah Jadi Kuburan Massal
Mandalay, yang dulunya dikenal sebagai "Kota Emas" Myanmar dengan pesona wisata yang memikat, kini dilanda duka mendalam. Gempa bumi berkekuatan 7,7 SR telah merenggut ribuan nyawa dan mengubah lanskap kota menjadi puing-puing serta aroma kematian yang menyengat.
Luka Menganga di Jantung Myanmar
Sebelum tragedi ini, Mandalay adalah permata yang berkilauan, dihiasi pagoda megah, situs pemakaman Buddha yang khusyuk, dan warisan sejarah yang kaya. Mandalay Hill, desa kuil Buddha Sima yang tenang, dan Mandalay Palace yang dulunya merupakan istana kerajaan yang megah, adalah saksi bisu kejayaan masa lalu. Namun, gempa bumi telah menghapus sebagian besar keindahan itu, meninggalkan luka yang menganga di jantung kota.
Menurut laporan BBC, jumlah korban jiwa akibat gempa telah mencapai 2.700 orang, dengan lebih dari 4.500 lainnya mengalami luka-luka. Ratusan orang masih dinyatakan hilang, menambah daftar panjang penderitaan yang dialami warga Mandalay. Kota terpadat kedua di Myanmar ini kini dilanda krisis kemanusiaan. Warga terpaksa menghabiskan malam-malam tanpa tidur di jalanan, berjuang untuk mendapatkan makanan dan air bersih.
Kremasi Massal dan Bau Maut
Jumlah mayat yang menumpuk sangat banyak sehingga pihak berwenang terpaksa melakukan kremasi massal. Asap hitam mengepul ke langit, membawa serta bau maut yang menyebar ke seluruh kota. J, seorang mahasiswi berusia 23 tahun yang kehilangan bibinya dalam gempa, menggambarkan kengerian saat jasad bibinya ditemukan dua hari setelah kejadian.
"Jasadnya baru berhasil dikeluarkan dari reruntuhan dua hari kemudian, pada 30 Maret," ujarnya dengan nada sedih.
Bantuan Terhambat dan Keputusasaan Warga
Upaya bantuan terhambat oleh infrastruktur yang buruk dan konflik sipil yang masih berlangsung di Myanmar. Militer, yang memiliki sejarah dalam menekan skala bencana nasional, juga menjadi penghalang dalam penyaluran bantuan yang efektif. Jumlah korban tewas diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan tim penyelamat yang menjangkau lebih banyak bangunan runtuh dan daerah-daerah terpencil.
J, yang tinggal di distrik Mahaaungmyay, mengungkapkan bahwa dirinya dan banyak warga lainnya merasa pusing karena kurang tidur. Mereka terpaksa tinggal di tenda-tenda darurat atau tidur di jalanan karena takut rumah mereka tidak mampu menahan gempa susulan.
"Saya melihat banyak orang, termasuk saya, berjongkok dan menangis keras di jalan," katanya dengan nada putus asa.
Perbedaan Data Korban dan Trauma Mendalam
Kepala militer Min Aung Hlaing memperkirakan jumlah korban tewas mungkin melebihi 3.000 jiwa. Namun, Survei Geologi AS memperkirakan bahwa jumlah korban tewas bisa mencapai lebih dari 10.000 jiwa, berdasarkan lokasi dan magnitudo gempa.
Ruate, seorang pendeta setempat, menceritakan bahwa putranya yang berusia delapan tahun mengalami trauma mendalam setelah menyaksikan lingkungan tempat tinggalnya terkubur di bawah reruntuhan.
"Dia berada di kamar tidur di lantai atas ketika gempa terjadi, dan istri saya sedang menjaga adik perempuannya, jadi beberapa puing jatuh menimpanya," katanya.
"Kemarin kami melihat jenazah dikeluarkan dari gedung-gedung yang runtuh di lingkungan kami," lanjutnya. "Ini sangat menyadarkan. Myanmar telah dilanda begitu banyak bencana, beberapa bencana alam, beberapa bencana buatan manusia. Semua orang menjadi sangat lelah. Kami merasa putus asa dan tidak berdaya."
Dampak Regional dan Pekan Berkabung
Gempa bumi ini juga berdampak pada negara-negara tetangga seperti Thailand dan Tiongkok. Pemerintah Myanmar telah menetapkan pekan berkabung nasional untuk menghormati para korban. Bendera dikibarkan setengah tiang, siaran media dihentikan, dan masyarakat diminta untuk memberikan penghormatan terakhir.
Tragedi di Mandalay adalah pengingat yang menyakitkan akan betapa rentannya manusia terhadap kekuatan alam. Di tengah puing-puing dan kesedihan, harapan akan pemulihan dan rekonsiliasi tetap membara di hati warga Myanmar.