De-Dolarisasi BRICS Terhambat: India dan Nigeria Pertahankan Dominasi Dolar AS dalam Perdagangan
Upaya BRICS Mengurangi Ketergantungan Dolar AS Terhambat:
Inisiatif negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi perdagangan internasional, khususnya sektor energi, menghadapi tantangan signifikan. Meskipun gagasan ini awalnya menarik minat beberapa negara, realitasnya menunjukkan bahwa dolar AS masih memegang peranan krusial sebagai alat pembayaran utama.
Penolakan Penggunaan Mata Uang Lokal
Beberapa negara yang digadang-gadang akan mendukung de-dolarisasi justru memilih untuk mempertahankan dominasi dolar AS dalam transaksi mereka. Berikut ini beberapa faktor yang menjadi penyebab tersendatnya upaya de-dolarisasi BRICS:
-
Nigeria: Meskipun pemerintah Nigeria telah menggagas skema transaksi menggunakan mata uang Naira untuk perdagangan minyak mentah, kebijakan ini mendapat penolakan dari pelaku industri. Asosiasi Pemasok dan Distributor Produk Minyak Nigeria (DAPPMAN) mengkhawatirkan dampak negatif kebijakan tersebut terhadap stabilitas nilai tukar Naira dan potensi terhambatnya investasi asing.
-
India: Sebagai salah satu anggota inti BRICS, India secara terbuka menyatakan tidak akan meninggalkan dolar AS dalam perdagangan internasional. Menteri Luar Negeri India, S. Jaishankar, menegaskan bahwa India telah menyampaikan posisi ini kepada otoritas AS dan tidak akan berpartisipasi dalam agenda BRICS untuk menyingkirkan dolar AS.
-
Arab Saudi: Sempat muncul wacana bahwa Arab Saudi akan menerima pembayaran minyak dalam mata uang lokal. Namun, pada praktiknya, mayoritas transaksi tetap dilakukan dalam dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara BRICS yang memiliki potensi untuk melakukan transaksi menggunakan mata uang lokal atau mata uang alternatif masih enggan meninggalkan dolar AS.
-
Brasil: Brasil yang menjadi tuan rumah KTT BRICS ke-17 juga memiliki pandangan yang berbeda. Beberapa pejabat pemerintah Brasil menyatakan bahwa negaranya tidak akan terburu-buru dalam mengejar gagasan mata uang bersama BRICS.
Faktor-faktor Penghambat De-Dolarisasi
Ada beberapa faktor kunci yang menjadi penghambat utama upaya de-dolarisasi BRICS:
-
Stabilitas Dolar AS: Dolar AS masih dianggap sebagai mata uang yang paling stabil dan dapat diandalkan dalam perdagangan internasional. Stabilitas ini menjadi daya tarik utama bagi negara-negara yang membutuhkan kepastian dalam transaksi keuangan mereka.
-
Kurangnya Landasan Ekonomi yang Kuat: Sebagian besar negara berkembang belum memiliki landasan ekonomi yang cukup kuat untuk sepenuhnya menggantikan dolar AS. Ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan dan investasi membuat mereka enggan mengambil risiko dengan beralih ke mata uang lain.
-
Ancaman Sanksi: Ancaman sanksi dari Amerika Serikat bagi negara-negara yang berusaha mengurangi ketergantungan pada dolar AS juga menjadi pertimbangan penting. Negara-negara yang berani menentang dominasi dolar AS berpotensi menghadapi konsekuensi ekonomi yang serius.
Prospek De-Dolarisasi di Masa Depan
Saat ini, hanya Rusia, China, dan Iran yang masih aktif mendorong de-dolarisasi. Ketiga negara ini berharap mata uang lokal mereka dapat menjadi alternatif dolar AS di pasar internasional. Namun, dengan banyaknya tantangan dan hambatan yang ada, prospek de-dolarisasi dalam waktu dekat masih belum jelas. Dominasi dolar AS dalam perdagangan dan keuangan global masih sangat kuat dan sulit untuk digoyahkan.
Kesimpulan
Upaya negara-negara BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan masih menghadapi jalan panjang dan terjal. Faktor-faktor seperti stabilitas dolar AS, kurangnya landasan ekonomi yang kuat, dan ancaman sanksi menjadi penghalang utama. Meskipun beberapa negara seperti Rusia, China, dan Iran masih terus berupaya mendorong de-dolarisasi, prospek keberhasilannya dalam waktu dekat masih belum pasti. Dolar AS masih akan terus memegang peranan penting dalam sistem keuangan global untuk beberapa waktu ke depan.