Trump Tingkatkan Tekanan ke Iran: Ancaman Tarif Sekunder dan Retorika 'Bom yang Belum Pernah Dilihat'
Trump Tingkatkan Tekanan ke Iran: Ancaman Tarif Sekunder dan Retorika 'Bom yang Belum Pernah Dilihat'
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali melontarkan pernyataan kontroversial terkait program nuklir Iran. Dalam sebuah wawancara eksklusif, Trump tidak hanya mengancam dengan potensi serangan militer, tetapi juga mengisyaratkan penerapan tarif sekunder yang luas bagi negara-negara yang terus berdagang dengan Teheran. Pernyataan ini semakin memperkeruh suasana geopolitik yang sudah tegang di kawasan Timur Tengah.
"Jika mereka tidak mencapai kesepakatan, akan ada bom," ujar Trump dengan nada tinggi, seperti dikutip dari Reuters, Senin (31/03/2025). Ancaman ini, yang digambarkannya sebagai "bom yang belum pernah mereka lihat sebelumnya," menambah dimensi baru pada retorika keras yang selama ini menjadi ciri khas pendekatannya terhadap Iran.
Lebih lanjut, Trump menjelaskan mekanisme tarif sekunder yang ia maksud. Menurutnya, kebijakan ini akan menargetkan negara-negara yang menjalin hubungan dagang dengan negara-negara yang terkena sanksi AS, seperti Iran dan Rusia. Langkah serupa telah diterapkan terhadap Venezuela, di mana negara-negara yang berdagang dengan Venezuela menghadapi tarif tambahan saat mengekspor barang ke Amerika Serikat.
"Ada kemungkinan bahwa jika mereka tidak membuat kesepakatan, saya akan mengenakan tarif sekunder kepada mereka seperti yang saya lakukan empat tahun lalu," tambahnya, tanpa memberikan detail spesifik mengenai besaran tarif atau jadwal pemberlakuannya. Trump mengindikasikan bahwa tenggat waktu beberapa minggu akan diberikan kepada Iran untuk menunjukkan kemajuan dalam negosiasi, sebelum tarif tersebut benar-benar diterapkan.
Dampak Potensial Tarif Sekunder
Pemberlakuan tarif sekunder dapat memiliki konsekuensi ekonomi yang signifikan bagi negara-negara yang terlibat dalam perdagangan dengan Iran. Hal ini dapat mengganggu rantai pasokan global, meningkatkan biaya barang dan jasa, dan memperburuk ketegangan perdagangan internasional.
Berikut adalah beberapa potensi dampak tarif sekunder:
- Gangguan Perdagangan Global: Negara-negara yang bergantung pada perdagangan dengan Iran dapat terpaksa mencari sumber alternatif, yang dapat menyebabkan dislokasi ekonomi.
- Inflasi: Tarif tambahan dapat diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi, yang dapat memicu inflasi.
- Ketegangan Diplomatik: Penerapan tarif sekunder dapat merusak hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dan negara-negara yang terkena dampaknya.
Respon Iran
Pemerintah Iran, melalui Presiden Masoud Pezeshkian, telah menyatakan penolakannya terhadap negosiasi langsung dengan Amerika Serikat, dengan alasan intimidasi dan tekanan militer yang berkelanjutan. Namun, Pezeshkian mengisyaratkan bahwa Iran tetap terbuka untuk negosiasi tidak langsung, sebuah posisi yang didukung oleh Pemimpin Tertinggi Iran.
"Negosiasi langsung (dengan AS) telah ditolak, tetapi Iran selalu terlibat dalam negosiasi tidak langsung, dan sekarang juga, Pemimpin Tertinggi telah menekankan bahwa negosiasi tidak langsung masih dapat dilanjutkan," kata Pezeshkian.
Ancaman Trump ini muncul di tengah upaya yang sedang berlangsung untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran (JCPOA), yang ditinggalkan oleh pemerintahan Trump pada tahun 2018. Masa depan kesepakatan ini tetap tidak pasti, dan retorika agresif dari kedua belah pihak terus menghambat kemajuan negosiasi.
Situasi ini menunjukkan bahwa ketegangan antara AS dan Iran masih tinggi. Retorika keras dan ancaman sanksi, di satu sisi, dan penolakan untuk bernegosiasi langsung, di sisi lain, menciptakan siklus yang sulit dipecahkan. Dampaknya terhadap stabilitas regional dan ekonomi global tetap menjadi perhatian utama.