Ancaman dan Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat: Demokrasi Indonesia dalam Sorotan
Meningkatnya Kekerasan Terhadap Jurnalis: Sebuah Ancaman bagi Demokrasi?
Beberapa waktu terakhir, dunia jurnalistik di Indonesia menghadapi serangkaian peristiwa yang mengkhawatirkan, menyoroti kerentanan dan ancaman yang dihadapi para jurnalis dalam menjalankan tugas mereka. Kasus terbaru dan paling tragis adalah pembunuhan Juwita, seorang jurnalis muda berusia 23 tahun dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Ia ditemukan tewas dengan luka memar di tubuhnya di Jalan Gunung Kupang, Kabupaten Banjar, pada Minggu, 23 Maret 2025. Lebih menyayat hati lagi, pelaku pembunuhan tersebut melibatkan oknum anggota TNI Angkatan Laut (AL) berpangkat Kelasi Satu berinisial J.
Kasus ini menambah daftar panjang intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis. Sebelumnya, seorang jurnalis dari media Tempo juga mengalami teror berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus, menunjukkan pola serangan yang bertujuan membungkam suara kritis dan menghalangi kebebasan pers.
Reaksi dan Kekhawatiran
Merespons kejadian tragis ini, Dosen Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang P. Wiratraman, menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan transparan dalam kasus pembunuhan Juwita. Ia menyoroti masalah klasik di mana institusi militer seringkali enggan tunduk pada supremasi sipil. Wiratraman mengungkapkan kekhawatirannya bahwa upaya penegakan hukum selama ini cenderung melindungi institusi, alih-alih memberikan keadilan bagi korban.
"Mereka melakukan upaya penegakan hukum dengan caranya sendiri dan ini yang menjadi masalah, karena sering kali yang saya observasi ya di dalam riset ataupun di dalam penelitian-penelitian yang dilakukan selama masa 20 tahun terakhir, itu memperlihatkan lebih melindungi Korps, institusi militernya maupun kepolisiannya," ungkapnya.
Kebebasan Pers di Bawah Bayang-Bayang Kekerasan
Herlambang Wiratraman, yang juga merupakan ahli pers di Dewan Pers, menilai bahwa kebebasan pers di Indonesia masih jauh dari perlindungan hukum yang memadai. Meskipun sistem hukum dan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan berbagai pihak terkait (termasuk TNI dan Polri) telah ada, jurnalis masih sering menjadi korban kekerasan dalam menjalankan tugas mereka. Ironisnya, kekerasan ini seringkali dianggap sepele oleh pelaku, terutama dari kalangan institusi.
"Namun, faktanya adalah di dalam keseharian, jurnalis itu masih jauh dari kata perlindungan hukum. Kenapa? Mereka, satu, sering mendapat kekerasan pada saat menjalankan aktivitasnya. Yang kedua, kekerasan yang terjadi sering kali dianggap sepele oleh pelaku kekerasan, terutama oleh institusi, entah itu kepolisian maupun militer," imbuh Herlambang.
Ketiadaan pertanggungjawaban hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan, justru melanggengkan impunitas dan menciptakan siklus kekerasan yang berulang. Dalam beberapa minggu terakhir, banyak jurnalis mengalami kekerasan saat meliput aksi-aksi, sebuah indikasi yang mengkhawatirkan tentang menurunnya toleransi terhadap kebebasan pers.
Implikasi bagi Demokrasi
Serangan terhadap jurnalis, teror, kekerasan, dan impunitas yang menyertainya, mencerminkan kesewenang-wenangan dalam tubuh aparat dan institusi negara. Padahal, jurnalis memiliki peran penting sebagai pengawas (watchdog) yang mengawasi jalannya pemerintahan dan kebijakan publik. Herlambang menyayangkan bahwa institusi militer dan kepolisian seringkali tidak mau diawasi, sehingga kekerasan terus terjadi.
"Ketika mereka menjalankan profesinya kan seharusnya dihargai, karena memang ada di dalam undang-undang dan justru menjadi pengawas, watchdog. Karena pers menjalankan fungsi pengawasan," tambahnya.
Kondisi ini, menurut Herlambang, jauh dari ideal demokrasi. Negara-negara otoriter dan fasis menggunakan alat negara untuk melakukan kekerasan dan membungkam suara-suara kritis. Perlindungan terhadap jurnalis dan kebebasan pers adalah pilar penting dalam demokrasi, dan serangan terhadap pilar ini mengancam fondasi demokrasi itu sendiri.
Daftar Poin Penting:
- Pembunuhan jurnalis Juwita di Banjarbaru oleh oknum TNI AL
- Teror terhadap jurnalis Tempo
- Kritik Herlambang P. Wiratraman terhadap penegakan hukum yang melindungi institusi
- Rendahnya perlindungan hukum bagi jurnalis di Indonesia
- Impunitas dan siklus kekerasan terhadap jurnalis
- Peran jurnalis sebagai pengawas (watchdog)
- Ancaman terhadap demokrasi akibat kekerasan terhadap jurnalis