Perdebatan Argumen Hukum versus Politik dalam Proses Peradilan Pidana: Analisis Pengamat Hukum

Supremasi Hukum di Ruang Sidang: Menimbang Argumen Hukum dan Pengaruh Politik dalam Perkara Pidana

Dalam sistem peradilan pidana, proses pembuktian memiliki peran sentral untuk menentukan apakah seseorang patut diduga melakukan tindak pidana, atau apakah bukti yang ada mencukupi untuk menyatakan seseorang bersalah. Proses ini menuntut pembuktian yang legal, transparan, dan berlandaskan pada hukum yang berlaku. Pengadilan, sebagai lembaga yang menyelenggarakan peradilan, wajib bertindak sesuai dengan koridor hukum.

Upaya pembuktian ini menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang berwenang, mulai dari penyidik kepolisian, jaksa penuntut umum, hingga hakim di persidangan. Tersangka atau terdakwa, beserta penasihat hukum mereka, juga memiliki peran penting dalam proses ini. Kekuatan argumentasi masing-masing pihak terletak pada kemampuan mereka dalam menyajikan fakta-fakta yang muncul di persidangan dan menunjukkan kesesuaian antara alat bukti yang satu dengan yang lainnya. Di ruang sidang, setiap pihak berhak membantah atau menyanggah argumen yang diajukan, namun harus didasarkan pada hukum, bukan sekadar persepsi pribadi.

Ketika suatu perkara pidana memasuki tahap pemeriksaan di pengadilan, masing-masing pihak akan menyampaikan argumen hukum yang harus selaras dengan kaidah hukum formal (hukum acara) dan hukum materiil (perbuatan pidana). Kejujuran dalam menyampaikan argumen hukum sangat krusial, baik dari pihak jaksa penuntut umum, terdakwa, maupun penasihat hukum. Argumen politik, di sisi lain, memiliki nilai pembuktian yang relatif lemah di pengadilan. Argumen semacam itu mungkin hanya berfungsi sebagai petunjuk, kecuali jika berkaitan erat dengan perkara yang sedang diperiksa dan didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh secara sah.

Argumen politik pada dasarnya bertujuan untuk mencapai tujuan politik tertentu, bersifat subjektif, dan sangat bergantung pada kesepakatan politik yang mendasarinya. Upaya mencapai tujuan politik ini seringkali ditempuh melalui berbagai cara, termasuk manipulasi bukti dan fakta. Selain itu, kesepakatan politik rentan terhadap intervensi dari berbagai pihak.

Sebaliknya, argumen hukum harus dibangun di atas fondasi hukum, bukti, dan fakta yang kuat. Karena diajukan di hadapan penegak hukum atau pengadilan, argumen hukum harus rasional dan masuk akal secara hukum. Pengambilan keputusan hukum harus bebas dari intervensi pihak manapun. Bahkan, campur tangan dalam proses peradilan atau kekuasaan kehakiman dapat dikenakan sanksi pidana.

Kombes (Purn) Slamet Pribadi, Pengamat Hukum Pidana, menekankan pentingnya memisahkan antara argumen hukum dan argumen politik dalam proses peradilan pidana. Beliau berpendapat bahwa supremasi hukum harus dijunjung tinggi dan keputusan pengadilan harus didasarkan pada fakta dan bukti yang sah, bukan pada kepentingan politik.

Perbedaan Mendasar Argumen Hukum dan Argumen Politik

Aspek Argumen Hukum Argumen Politik
Dasar Hukum, Bukti, Fakta Tujuan Politik, Kesepakatan
Sifat Objektif, Rasional Subjektif, Pragmatis
Nilai Pembuktian Kuat Lemah (kecuali relevan dan didukung bukti sah)
Pengaruh Intervensi Tidak Boleh Ada Rentan Terhadap Intervensi
Tujuan Mencari Keadilan Berdasarkan Hukum Mencapai Tujuan Politik