Amphuri Ajukan Rekomendasi Strategis Pengelolaan Keuangan Haji: BPKH sebagai Bank Haji dan Optimalisasi Investasi

Amphuri Ajukan Rekomendasi Strategis Pengelolaan Keuangan Haji: BPKH sebagai Bank Haji dan Optimalisasi Investasi

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VIII DPR RI pada Rabu, 5 Maret 2025, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyampaikan sejumlah usulan strategis terkait revisi UU Nomor 28 Tahun 2019 dan UU Nomor 34 Tahun 2014. Salah satu usulan yang paling menonjol adalah transformasi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menjadi sebuah bank haji Indonesia. Sekretaris Jenderal Amphuri, Zaky Zakariya Anshari, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dana haji, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi calon jemaah.

Konsep bank haji yang diusulkan Amphuri, menurut Anshari, bukan sekadar wadah penerimaan setoran dana haji, melainkan lembaga keuangan syariah yang mampu mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan optimal, serupa dengan bank-bank syariah lainnya. Dengan aset yang sangat besar, potensi keuntungan tahunan sebagaimana yang dimiliki bank-bank besar di Indonesia, dapat direalisasikan untuk membantu menurunkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), bahkan hingga menuju ke arah subsidi penuh. Hal ini sejalan dengan harapan agar setiap rupiah dana haji yang disetorkan masyarakat dapat memberikan kemanfaatan yang lebih besar dan adil, sesuai dengan besarnya kontribusi.

Lebih lanjut, Amphuri menekankan pentingnya peningkatan kinerja investasi BPKH. Saat ini, nilai manfaat haji yang dicapai hanya 4 persen dari total dana kelolaan mencapai Rp 171 triliun, atau sekitar Rp 6,8 triliun pada tahun 2025. Amphuri merekomendasikan agar BPKH menargetkan tingkat imbal hasil investasi minimal 6-7 persen per tahun. Peningkatan imbal hasil ini, diyakini akan secara signifikan mengurangi beban Bipih bagi calon jemaah haji reguler dan meningkatkan nilai manfaat haji khusus.

Selain transformasi BPKH menjadi bank haji, Amphuri juga mengajukan beberapa rekomendasi lain. Amphuri menyarankan agar pengelolaan dana haji dilelang secara terbuka kepada seluruh bank syariah dan lembaga keuangan syariah swasta maupun BUMN. Hal ini bertujuan untuk mendorong persaingan sehat dan optimalisasi pengelolaan dana. Lebih lanjut, Amphuri juga mengusulkan agar UU Keuangan Haji memberikan keleluasan terbatas bagi BPKH untuk melakukan kegiatan usaha, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan transparansi.

Terkait pengawasan, Amphuri mengusulkan agar pengawasan pengelolaan keuangan haji dilakukan secara kolaboratif antara BPKH, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Agama. Yang penting, Amphuri juga menekankan perlunya keterwakilan masyarakat dalam dewan pengawas BPKH. Amphuri berpendapat bahwa para pengurus asosiasi travel haji, dengan pengalaman puluhan tahun, dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pengawasan pengelolaan dana haji.

Kesimpulannya, usulan-usulan Amphuri ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam menyempurnakan regulasi pengelolaan keuangan haji dan memastikan dana tersebut dikelola secara efektif dan efisien, sehingga memberikan manfaat optimal bagi seluruh calon jemaah haji Indonesia.