Aksi Unjuk Rasa UU TNI diwarnai Kericuhan: Petasan dan Water Cannon Warnai Pembubaran Massa di Depan Gedung DPR
Demonstrasi Penolakan UU TNI Berujung Bentrokan di Depan Gedung DPR
Aksi unjuk rasa yang digelar oleh Koalisi Masyarakat Sipil di depan Gedung DPR/MPR RI pada hari Kamis, 20 Maret, untuk menolak pengesahan Revisi UU TNI, berujung dengan ketegangan antara demonstran dan aparat kepolisian. Sempat terjadi aksi saling lempar petasan dari massa aksi dan upaya pembubaran paksa oleh pihak kepolisian menggunakan water cannon.
Demonstrasi yang berlangsung sejak sore hari tersebut awalnya berjalan dengan damai. Massa aksi menyampaikan orasi-orasi, membentangkan spanduk-spanduk bernada penolakan terhadap UU TNI yang baru disahkan oleh DPR, dan membacakan puisi-puisi perjuangan. Namun, suasana mulai memanas menjelang waktu berbuka puasa.
Kronologi Kejadian
Berikut adalah kronologi kejadian yang berhasil dihimpun:
- Pukul 18.31 WIB: Polisi mulai memberikan imbauan kepada massa aksi untuk membubarkan diri secara tertib, mengingat waktu telah menunjukkan menjelang maghrib.
- Upaya Pembubaran: Pihak kepolisian mulai menggunakan mobil pengurai massa dan water cannon untuk membubarkan kerumunan.
- Penolakan Massa: Massa aksi sempat menolak untuk membubarkan diri dengan alasan ingin melaksanakan buka puasa bersama di lokasi demonstrasi. Polisi kemudian menunda upaya pembubaran.
- Eskalasi Ketegangan: Setelah selesai berbuka puasa, polisi kembali meminta massa aksi untuk membubarkan diri. Namun, permintaan ini ditanggapi dengan lemparan petasan ke arah aparat kepolisian.
- Balasan dengan Water Cannon: Pihak kepolisian merespons lemparan petasan tersebut dengan menyemprotkan water cannon ke arah massa aksi. Akibatnya, beberapa demonstran terjatuh.
- Massa Mundur: Secara bertahap, massa aksi mulai mundur dari depan Gedung DPR RI menuju flyover Jakarta Conventions Center (JCC). Polisi terus mengawal massa aksi untuk memastikan pembubaran berjalan tertib.
Tuntutan Massa Aksi
Massa aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil secara tegas menolak pengesahan RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Mereka menilai bahwa UU tersebut berpotensi mengganggu keseimbangan antara peran militer dan sipil dalam pemerintahan. Beberapa tuntutan yang mereka sampaikan antara lain:
- Menolak perluasan kewenangan TNI di ranah sipil.
- Mempertahankan supremasi sipil dalam pemerintahan.
- Menuntut agar TNI fokus pada tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan negara.
Spanduk-spanduk dan selebaran yang dibawa oleh massa aksi berisi pesan-pesan seperti 'Yang Pensiun Aja Rakus, Gimana Yang Aktif!', 'Selain Sipil, Dilarang Masuk!', 'Kembalikan TNI ke Barak', dan 'Ranah Khusus Sipil, Kembalikan Militer ke Barak'.
Pengesahan UU TNI
Sebagai informasi, DPR RI telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah menteri. Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, didampingi oleh para Wakil Ketua DPR lainnya. Turut hadir Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.