DPR Bahas Status Kemitraan Pengemudi Ojol dalam RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

DPR Bahas Status Kemitraan Pengemudi Ojol dalam RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Komisi V DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Rabu, 5 Maret 2025, dengan menghadirkan perwakilan dari tiga perusahaan aplikasi ride-hailing terkemuka di Indonesia: Gojek, Grab, dan Maxim. Pertemuan tersebut difokuskan pada penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya terkait status kemitraan para pengemudi ojek online (ojol). RDPU ini menjadi wadah penting untuk mengumpulkan masukan dan memperkaya substansi RUU LLAJ sebelum disahkan.

Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, menjelaskan bahwa RDPU tersebut bertujuan untuk mendapatkan masukan langsung dari para pelaku industri ride-hailing. Hal ini dianggap krusial untuk memastikan RUU LLAJ mengakomodasi realita di lapangan dan menjawab tantangan yang dihadapi oleh seluruh pihak yang terkait. “Sebelum undang-undang ini disahkan, kami perlu membahas dan memperkaya draf RUU dengan masukan dari para aplikator. Mereka akan memaparkan kendala, pemikiran, dan kesulitan yang dihadapi terkait regulasi yang saat ini belum diatur dalam undang-undang,” ujar Lasarus dalam pembukaan RDPU.

Gojek diwakili oleh Catherine Hendra Sutjahyo, Presiden unit bisnis on-Demand Service GoTo; Grab diwakili oleh Kertapradana Subagus, Director of Partnership & Business Development Grab Indonesia; dan Maxim diwakili oleh Dwi Putratama, Head of Legal Departement Maxim Indonesia. Dari ketiga perusahaan tersebut, Maxim secara khusus menyoroti pentingnya kejelasan dan inklusivitas regulasi mengenai status kemitraan para pengemudi ojol. Dwi Putratama menekankan perlunya penegasan status kemitraan dalam RUU LLAJ. “Status hubungan kemitraan ini perlu dan sudah semestinya dimasukkan dan ditegaskan dalam RUU LLAJ,” tegasnya.

Selain itu, Maxim juga mengusulkan adanya aturan yang lebih terpusat mengenai penetapan tarif untuk angkutan sewa khusus roda empat. Perbedaan regulasi tarif di berbagai daerah, menurut Maxim, menimbulkan ketidakpastian bagi mitra pengemudi dan aplikator. Dwi mencatat setidaknya sembilan provinsi telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur dengan formulasi biaya operasional kendaraan yang berbeda-beda. Perbedaan ini, kata dia, bahkan seringkali bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Darat tahun 2017. “Kami memahami adanya perubahan ekonomi dan inflasi, tetapi pengaturan tarif harus didasarkan pada hal-hal yang konkret, seperti formulasi biaya operasional kendaraan,” jelas Dwi. Oleh karena itu, Maxim mengusulkan sentralisasi regulasi tarif roda empat, dengan biaya operasional kendaraan (BOK) dan zonasi tarif ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk mencegah disparitas harga.

Sementara itu, Gojek dan Grab lebih banyak memaparkan visi, misi perusahaan, serta fitur-fitur layanan yang diberikan kepada mitra pengemudi dan pengguna aplikasi. RDPU ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan regulasi yang lebih komprehensif, adil, dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam industri ride-hailing di Indonesia.

Kesimpulan: RDPU Komisi V DPR RI dengan Gojek, Grab, dan Maxim menghasilkan masukan penting untuk penyusunan RUU LLAJ, terutama terkait status kemitraan pengemudi ojol dan regulasi tarif angkutan sewa khusus. Maxim secara khusus mengusulkan sentralisasi regulasi tarif roda empat untuk menghindari disparitas harga antar daerah.