Trauma Perang Gaza: Ribuan Tentara Israel Diduga Mengalami PTSD Pasca-Konflik

Trauma Perang Gaza: Ribuan Tentara Israel Diduga Mengalami PTSD Pasca-Konflik

Gelombang kekhawatiran melanda Israel seiring dengan terungkapnya dampak psikologis yang mendalam dari operasi militer di Gaza. Ribuan tentara Israel diduga menderita Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca-konflik. Data yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Israel menunjukkan bahwa dari ribuan tentara yang dirawat di rumah sakit sejak dimulainya operasi militer pada Oktober 2023, sebagian besar menunjukkan gejala gangguan mental yang signifikan.

Laporan yang dipublikasikan oleh Middle East Monitor mengungkapkan bahwa sekitar 8.000 tentara yang dirawat di rumah sakit didiagnosis dengan PTSD. Selain itu, ribuan tentara lainnya juga mengalami cedera fisik, menambah beban penderitaan mereka. Situasi ini memicu perdebatan tentang kesiapan dan dukungan psikologis bagi tentara Israel yang terlibat dalam operasi militer yang intens dan berkepanjangan.

Dampak Fisik dan Mental yang Signifikan

Data dari Kementerian Pertahanan Israel juga menyoroti dampak fisik yang dialami para tentara. Dari ribuan tentara yang dirawat, sekitar 2.900 mengalami cedera fisik. Yang lebih memprihatinkan, sejumlah tentara mengalami cedera serius yang mengakibatkan disabilitas permanen. Setidaknya 72 tentara cadangan harus menjalani amputasi setelah mengalami luka parah selama pertempuran.

Times of Israel melaporkan bahwa jumlah tentara yang membutuhkan perawatan kesehatan mental mungkin jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan. Perkiraan konservatif menunjukkan bahwa hingga 100.000 tentara mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit, dengan setidaknya setengah dari mereka mengalami PTSD. Angka ini menggambarkan skala krisis kesehatan mental yang dihadapi oleh militer Israel.

Gejala PTSD yang Mengganggu

PTSD adalah kondisi kesehatan mental yang serius yang dapat berkembang setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. Gejala PTSD dapat sangat bervariasi dari orang ke orang, tetapi umumnya dikelompokkan menjadi empat kategori utama:

  • Ingatan yang Mengganggu:
    • Kilasan balik (flashback) atau menghidupkan kembali peristiwa traumatis seolah-olah terjadi lagi.
    • Mimpi buruk atau mimpi yang mengganggu tentang kejadian traumatis.
    • Ingatan yang tidak diinginkan dan menyakitkan tentang kejadian traumatis yang muncul berulang kali.
    • Reaksi emosional atau fisik yang parah terhadap sesuatu yang mengingatkan pada kejadian traumatis.
  • Penghindaran:
    • Berusaha untuk tidak memikirkan atau membicarakan kejadian traumatis.
    • Menghindari tempat, aktivitas, atau orang yang mengingatkan pada kejadian traumatis.
  • Perubahan Negatif dalam Pikiran dan Suasana Hati:
    • Pikiran negatif tentang diri sendiri, orang lain, atau dunia.
    • Emosi negatif yang berkelanjutan seperti takut, bersalah, marah, atau malu.
    • Masalah ingatan, termasuk tidak mengingat aspek penting dari kejadian traumatis.
    • Merasa terpisah dari keluarga dan teman.
    • Tidak tertarik pada aktivitas yang pernah dinikmati sebelumnya.
    • Kesulitan merasakan emosi positif.
    • Merasa mati rasa secara emosional.
  • Perubahan Reaksi Fisik dan Emosional (Gairah):
    • Mudah terkejut atau ketakutan.
    • Selalu waspada terhadap bahaya.
    • Perilaku merusak diri sendiri, seperti minum terlalu banyak atau mengemudi terlalu cepat.
    • Sulit tidur.
    • Kesulitan berkonsentrasi.
    • Iritabilitas, ledakan amarah, atau perilaku agresif.
    • Reaksi fisik, seperti berkeringat, napas cepat, detak jantung cepat, atau gemetar.

Gejala-gejala ini dapat sangat mengganggu kualitas hidup seseorang dan dapat mempengaruhi hubungan, pekerjaan, dan kesehatan fisik.

Implikasi dan Respons

Meningkatnya jumlah tentara Israel yang didiagnosis dengan PTSD menyoroti perlunya peningkatan dukungan kesehatan mental bagi personel militer. Pemerintah dan militer Israel menghadapi tekanan untuk menyediakan sumber daya yang memadai untuk perawatan, rehabilitasi, dan pencegahan PTSD. Hal ini termasuk meningkatkan akses ke layanan konseling, terapi, dan pengobatan, serta melatih personel militer untuk mengenali dan merespons gejala PTSD.

Selain itu, ada seruan untuk meninjau kembali kebijakan dan praktik militer yang dapat meningkatkan risiko PTSD pada tentara. Ini termasuk mempertimbangkan dampak psikologis dari operasi militer yang berkepanjangan dan intens, serta memastikan bahwa tentara memiliki waktu istirahat dan pemulihan yang cukup.

Krisis kesehatan mental di kalangan tentara Israel pasca-konflik Gaza adalah pengingat yang kuat akan biaya manusia dari perang. Mengatasi masalah ini membutuhkan komitmen berkelanjutan untuk memberikan dukungan yang diperlukan bagi mereka yang telah mengorbankan diri mereka untuk negara.