Revisi KUHAP: Penguatan Hak Tersangka dalam Proses Penangkapan

Revisi KUHAP: Penguatan Hak Tersangka dalam Proses Penangkapan

Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membawa angin segar bagi perlindungan hak-hak tersangka dalam proses penangkapan. Draf revisi KUHAP (RKUHAP) ini menghadirkan sejumlah perubahan signifikan dibandingkan dengan KUHAP yang berlaku saat ini, menjanjikan prosedur penangkapan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

Detail Aturan Penangkapan dalam Draf RKUHAP

Draf RKUHAP memuat lima pasal khusus yang mengatur secara rinci mengenai penangkapan, yakni Pasal 87 hingga Pasal 91. Berikut poin-poin penting dalam aturan penangkapan tersebut:

  • Pasal 87: Menegaskan kewenangan penyelidik dan penyidik dalam melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan. Poin pentingnya adalah pembatasan kewenangan PPNS dan Penyidik Tertentu yang hanya dapat melakukan penangkapan atas perintah Penyidik Polri. Namun, terdapat pengecualian bagi Penyidik Tertentu di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL).
  • Pasal 88: Syarat penangkapan diperketat dengan mewajibkan minimal dua alat bukti yang mendasari dugaan tindak pidana. Hal ini berbeda dengan KUHAP saat ini yang hanya mensyaratkan "bukti permulaan yang cukup".
  • Pasal 89: Prosedur penangkapan diperjelas dengan kewajiban penyidik untuk memperlihatkan surat tugas dan memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka. Surat perintah penangkapan harus memuat identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat perkara, dan tempat pemeriksaan. Tembusan surat perintah penangkapan wajib diberikan kepada keluarga tersangka atau orang yang ditunjuk tersangka paling lambat satu hari setelah penangkapan. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa surat perintah, namun pihak yang melakukan penangkapan wajib segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada penyidik.
  • Pasal 90: Masa penangkapan dibatasi paling lama satu hari, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Jika penangkapan melebihi batas waktu tersebut, kelebihan waktu akan diperhitungkan sebagai masa penahanan.
  • Pasal 91: Pembatasan penangkapan diberlakukan terhadap tersangka yang disangka melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana denda paling banyak kategori II (Rp 10 juta sesuai UU KUHP No. 1 Tahun 2023). Penangkapan baru dapat dilakukan jika tersangka tidak memenuhi panggilan penyidik secara sah dua kali berturut-turut tanpa alasan yang sah.

Perbandingan dengan KUHAP yang Berlaku

Perbedaan signifikan antara draf RKUHAP dan KUHAP yang berlaku saat ini terletak pada:

  • Kewenangan Penangkapan: RKUHAP memperjelas pihak-pihak yang berwenang melakukan penangkapan, termasuk pengecualian bagi penyidik di lembaga tertentu.
  • Alat Bukti: RKUHAP memperketat syarat penangkapan dengan mewajibkan minimal dua alat bukti, sementara KUHAP hanya mensyaratkan bukti permulaan yang cukup.
  • Masa Penangkapan: RKUHAP mengatur secara eksplisit bahwa kelebihan waktu penangkapan harus diperhitungkan sebagai masa penahanan, yang tidak diatur dalam KUHAP saat ini.
  • Pembatasan Penangkapan: RKUHAP membatasi penangkapan terhadap tersangka tindak pidana ringan (denda maksimal Rp 10 juta), kecuali jika tidak memenuhi panggilan penyidik.

Implikasi dan Manfaat Revisi KUHAP

Revisi KUHAP ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi sistem peradilan pidana di Indonesia, antara lain:

  • Meningkatkan Perlindungan Hak Asasi Manusia: Aturan yang lebih detail dan ketat dalam RKUHAP akan meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum dan melindungi hak-hak tersangka sejak awal proses hukum.
  • Menciptakan Proses Hukum yang Lebih Adil dan Transparan: Persyaratan minimal dua alat bukti dan kewajiban memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka akan meningkatkan akuntabilitas dan transparansi proses penangkapan.
  • Mengurangi Potensi Penangkapan Semena-mena: Pembatasan penangkapan terhadap tersangka tindak pidana ringan akan mencegah penangkapan yang tidak proporsional dan memberikan prioritas pada penyelesaian perkara melalui mekanisme lain.

Dengan demikian, revisi KUHAP ini menjadi langkah maju dalam upaya mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih modern, berkeadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Implementasi yang efektif dari RKUHAP ini akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa setiap warga negara diperlakukan secara adil dan setara di hadapan hukum.

Penting untuk dicatat bahwa draf RKUHAP ini masih dalam proses pembahasan di DPR dan dapat mengalami perubahan sebelum disahkan menjadi undang-undang.