Uji Materi UU BUMN di MK: Pasal Kerugian BUMN Bukan Kerugian Negara Diperdebatkan
Gugatan UU BUMN di MK: Status Kerugian dan Penyelenggara Negara Jadi Sorotan
Jakarta - Undang-Undang nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menghadapi gugatan serius di Mahkamah Konstitusi (MK). Seorang warga negara bernama Rega Felix mengajukan permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal krusial dalam UU tersebut, khususnya yang berkaitan dengan definisi kerugian BUMN dan status pejabat BUMN sebagai penyelenggara negara. Gugatan ini terdaftar dengan nomor 38/PUU-XXIII/2025.
Fokus utama gugatan ini tertuju pada lima pasal dalam UU BUMN, yakni Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5). Pasal-pasal ini mengatur bahwa keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN adalah keuntungan atau kerugian BUMN itu sendiri, organ dan pegawai Badan Pengelola Investasi (Daya Anagata Nusantara/Danantara) bukan merupakan penyelenggara negara, dan anggota Direksi, Dewan Komisaris, serta Dewan Pengawas BUMN juga tidak dianggap sebagai penyelenggara negara. Pemohon mendesak MK untuk membatalkan pasal-pasal tersebut, dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Kekhawatiran Korupsi dan Tata Kelola BUMN
Dalam permohonannya, Rega Felix menyoroti potensi masalah yang timbul dari pasal-pasal yang digugat. Ia berpendapat bahwa UU BUMN saat ini disusun secara tergesa-gesa dan berpotensi membuka celah korupsi di tubuh BUMN. Pemohon mengkhawatirkan penerapan business judgement rule (BJR) yang tidak terkontrol akan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya ekonomi untuk kemakmuran rakyat. Ia juga menyinggung sejarah kebangkrutan VOC sebagai contoh perusahaan besar dengan hak istimewa yang runtuh akibat pengawasan yang lemah dan korupsi yang merajalela. Pemohon mempertanyakan mengapa pejabat BUMN, yang menerima kewenangan langsung dari Presiden, tidak dianggap sebagai penyelenggara negara.
Pemohon berpendapat, pemisahan organ, pengurus, dan karyawan BUMN dari kategori penyelenggara negara merupakan preseden yang berbahaya. Ia menilai bahwa kerugian BUMN seharusnya tidak hanya dianggap sebagai kerugian badan usaha semata, tetapi juga sebagai potensi kerugian negara yang dapat memicu korupsi skala besar. Pemohon khawatir bahwa kebijakan ini akan menjadi "blunder" yang justru menurunkan kepercayaan publik terhadap BUMN.
Daftar Pasal yang Digugat
Berikut adalah daftar pasal-pasal yang digugat dalam UU BUMN:
- Pasal 3H ayat (2): Keuntungan atau kerugian yang dialami Badan dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keuntungan atau kerugian Badan.
- Pasal 3X ayat (1): Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara
- Pasal 4B: Keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN
- Pasal 9G: Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
- Pasal 87 ayat (5): Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan penyelenggara negara.
Implikasi Gugatan
Gugatan ini memiliki implikasi yang signifikan bagi tata kelola BUMN di Indonesia. Jika MK mengabulkan gugatan tersebut, hal ini dapat mengubah definisi kerugian BUMN dan memperjelas status pejabat BUMN sebagai penyelenggara negara. Hal ini berpotensi meningkatkan akuntabilitas dan pengawasan terhadap BUMN, serta mengurangi risiko korupsi. Sebaliknya, jika gugatan ditolak, UU BUMN akan tetap berlaku seperti saat ini, dengan potensi risiko yang telah diungkapkan oleh pemohon.
Putusan MK atas gugatan ini akan menjadi tonggak penting dalam menentukan arah tata kelola BUMN di masa depan. Masyarakat akan menantikan dengan seksama bagaimana MK menimbang argumen-argumen yang diajukan dan memutuskan apakah UU BUMN perlu direvisi untuk memastikan pengelolaan BUMN yang lebih transparan dan akuntabel.