Insentif PPh 21: Harapan Baru Bagi Pekerja dan Industri Padat Karya di Tengah Gelombang PHK

Insentif PPh 21: Harapan Baru Bagi Pekerja dan Industri Padat Karya di Tengah Gelombang PHK

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengambil langkah strategis dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025, sebuah regulasi yang menjanjikan angin segar bagi para pekerja di industri padat karya. Insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang mulai berlaku sejak Januari 2025 ini, dirancang untuk meringankan beban finansial pekerja di sektor-sektor krusial seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan pengolahan kulit. Kebijakan ini diharapkan menjadi penopang di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi, termasuk ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menghantui.

Dukungan Akademisi dan Dampak Positif yang Diharapkan

Kalangan akademisi menyambut baik inisiatif ini, bahkan menyerukan perluasan cakupan insentif PPh 21. Achmad Nur Hidayat, seorang pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, menegaskan bahwa kebijakan ini sangat relevan dalam situasi ekonomi saat ini. Ia meyakini, dengan mengurangi beban pajak, daya beli pekerja di sektor padat karya akan meningkat, yang pada gilirannya akan memacu pertumbuhan ekonomi.

"Intinya adalah pengurangan beban bagi kelas pekerja, yang sebagian besar berpenghasilan setara Upah Minimum Regional (UMR). Ini adalah ide yang sangat cerdas," ungkap Achmad.

Lebih lanjut, Achmad menjelaskan bahwa insentif PPh 21 tidak hanya menguntungkan pekerja, tetapi juga memberikan keringanan bagi pengusaha. Banyak perusahaan selama ini menanggung pembayaran PPh 21 karyawan mereka. Dengan adanya insentif ini, perusahaan memiliki potensi untuk meningkatkan perekrutan tenaga kerja.

Mendorong Perputaran Ekonomi dan Inklusivitas

Ekonom Universitas Indonesia, Vid Adrison, sependapat bahwa keringanan pajak akan meningkatkan daya beli masyarakat. Ia menekankan bahwa dengan memiliki lebih banyak uang yang tersedia, masyarakat akan lebih aktif berbelanja, yang akan menghidupkan kembali roda perekonomian, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Vid juga menekankan pentingnya inklusivitas dalam kebijakan insentif pajak. Ia menyarankan agar pembebasan PPh 21 diterapkan secara luas untuk pekerja di berbagai sektor yang berpenghasilan di bawah batas tertentu.

"Selama mereka terdaftar dalam sistem perpajakan atau memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan penghasilan mereka di bawah ambang batas yang ditetapkan, mereka berhak mendapatkan keringanan," jelas Vid.

Kebijakan ini dipandang sebagai respons terhadap penurunan aktivitas di sektor-sektor padat karya. Keringanan pajak diharapkan dapat memulihkan kembali gairah industri.

Perluasan Cakupan dan Harapan ke Depan

Vid juga mengingatkan bahwa memperluas kebijakan insentif PPh 21 ke sektor lain bukan tugas mudah, tetapi sangat diharapkan dapat terwujud. Industri makanan dan minuman, yang menyerap 4,3 persen dari total tenaga kerja di Indonesia, serta industri tembakau, yang melibatkan sekitar 6 juta pekerja dari hulu hingga hilir, layak dipertimbangkan untuk mendapatkan manfaat serupa.

Berikut adalah sektor yang berpotensi menerima manfaat perluasan insentif PPh 21:

  • Industri Makanan dan Minuman
  • Industri Tembakau

Dengan memperluas cakupan insentif PPh 21, diharapkan lebih banyak sektor yang dapat merasakan manfaatnya. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja secara lebih merata.

Kebijakan insentif PPh 21 menjadi angin segar bagi pekerja dan industri padat karya. Diharapkan kebijakan ini dapat menjadi katalisator pemulihan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.