Investigasi Mendalam Terungkap: Oknum TNI Diduga Terlibat dalam Jaringan Penjualan Senjata Api Ilegal

Skandal Penjualan Senjata Api Ilegal Libatkan Oknum TNI Terkuak

Sebuah investigasi mendalam mengungkap dugaan keterlibatan tiga oknum anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam jaringan penjualan senjata api ilegal yang beroperasi lintas provinsi. Penyelidikan ini bermula dari penangkapan tujuh warga sipil yang kini berstatus tersangka.

Ketiga oknum TNI, yang diidentifikasi dengan inisial RBS, YR, dan SS, saat ini sedang menjalani pemeriksaan intensif oleh Polisi Militer Kodam (Pomdam) III/Siliwangi. Peran mereka dalam jaringan terlarang ini terkuak setelah serangkaian transaksi jual beli senjata api ilegal berhasil diendus oleh tim gabungan dari berbagai satuan kepolisian dan TNI.

Kronologi Pengungkapan Jaringan Penjualan Senjata Api

Kasus ini bermula pada pertengahan tahun 2024, ketika RBS, seorang anggota TNI aktif, diperkenalkan kepada Teguh Wiyono oleh Amri, rekannya di klub menembak Perbakin Purwakarta. Perkenalan ini kemudian berlanjut dengan komunikasi intens melalui aplikasi WhatsApp, yang membahas potensi pembelian senjata api.

Transaksi pertama terjadi pada bulan November 2024 di sebuah hotel di Bandung, Jawa Barat. RBS diduga menjual sepucuk senjata api jenis M16 kepada Teguh Wiyono dengan harga Rp 30 juta. Transaksi ini menjadi titik awal terungkapnya jaringan yang lebih besar.

Transaksi berikutnya berlangsung di lokasi yang berbeda di Bandung. RBS kembali menjual dua pucuk senjata api jenis SS1 kepada Teguh Wiyono dengan total harga Rp 60 juta. Dalam transaksi ini, YR, yang juga seorang anggota TNI, diduga berperan sebagai pemasok senjata.

Pada Januari 2025, aktivitas mencurigakan ini berlanjut dengan transaksi ketiga di Bandung. RBS diduga menjual dua pucuk senjata api SS1, lima laras SS1, dan 280 butir amunisi kepada Teguh Wiyono dengan total harga Rp 62 juta. Rangkaian transaksi ini semakin memperkuat dugaan keterlibatan oknum TNI dalam jaringan penjualan senjata api ilegal.

Puncaknya terjadi pada bulan Februari 2025, ketika RBS diduga menjual sepucuk senjata api jenis pistol FN seharga Rp 22 juta. Senjata ini diperoleh dari rekannya di TNI, yang diidentifikasi dengan inisial SS. Transaksi ini menjadi kunci yang membuka jalan bagi pengungkapan jaringan yang lebih luas.

Penangkapan dan Proses Hukum

Rangkaian transaksi ilegal ini akhirnya terendus oleh aparat penegak hukum. Pada Jumat, 14 Maret 2025, ketiga oknum TNI tersebut diamankan oleh tim gabungan dari Satgas Gakkum Ops Damai Cartenz 2025, Polda Papua Barat, Polda Papua, dan Polda Jawa Timur.

Kaops Damai Cartenz 2025, Brigjen Faizal Ramadhani, menjelaskan bahwa pihaknya hanya melakukan pemeriksaan terhadap ketiga oknum TNI tersebut dalam kapasitas sebagai saksi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat dugaan keterlibatan tujuh warga sipil yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum lebih lanjut terhadap ketiga oknum TNI tersebut sepenuhnya diserahkan kepada Kodam III/Siliwangi.

Wakaops Damai Cartenz 2025, Kombes Adarma Sinaga, menyampaikan apresiasi atas kerjasama yang baik antara berbagai satuan kepolisian dan TNI dalam mengungkap kasus ini. Ia berharap proses penyidikan dapat berjalan dengan lancar dan mengungkap seluruh jaringan yang terlibat.

Hingga 20 Maret 2025, total 10 orang telah diamankan, termasuk tiga anggota aktif TNI. Penyidik Polda Jawa Timur menjadwalkan pemeriksaan konfrontasi lanjutan antara Teguh Wiyono dan YR untuk memperdalam penyidikan.

Implikasi dan Langkah Selanjutnya

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi TNI dan menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap anggotanya. Pihak TNI berkomitmen untuk menindak tegas setiap anggotanya yang terbukti terlibat dalam tindak pidana, termasuk penjualan senjata api ilegal.

Investigasi masih terus berlanjut untuk mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dan memastikan bahwa semua pelaku diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Kasus ini menjadi momentum penting untuk membersihkan institusi TNI dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik korps dan merusak kepercayaan masyarakat.