Jawa Tengah Catat Lonjakan Kasus Perundungan di Pesantren, Upaya Pencegahan Ditingkatkan
Jawa Tengah Hadapi Tantangan Perundungan di Pesantren: Strategi Pencegahan dan Penanganan Intensif
Semarang, Jawa Tengah - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) tengah berupaya keras menekan angka perundungan (bullying) di lingkungan pesantren. Data terbaru dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya 85 kasus perundungan yang terjadi di berbagai pesantren di wilayah tersebut sejak tahun 2021 hingga Maret 2025. Angka ini menjadi perhatian serius dan mendorong berbagai pihak untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam pencegahan dan penanganan kasus.
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah, Nawal Arafah Yasin, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan pendekatan yang lebih manusiawi dalam menangani masalah ini. Dalam diskusi daring bertajuk "Pesantren Anti Bullying dan Kekerasan Seksual" yang diselenggarakan belum lama ini, Nawal mendorong pelibatan aktif lembaga bantuan hukum (LBH) dan penerapan sistem pelaporan yang mengedepankan empati serta perlindungan terhadap korban.
"Penting untuk membangun sistem pelaporan yang aman, terpercaya, dan menjaga privasi korban. Sistem ini harus didasari oleh empati dan pemahaman yang mendalam terhadap dampak perundungan," ujar Nawal.
Peningkatan Kasus dan Faktor Pemicu
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat peningkatan signifikan kasus kekerasan di lembaga pendidikan, termasuk madrasah dan pesantren, pada tahun 2024. Peningkatan mencapai 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perundungan merupakan masalah kompleks yang memerlukan penanganan serius dan komprehensif.
Nawal menjelaskan bahwa beberapa faktor berkontribusi terhadap terjadinya perundungan di pesantren, antara lain:
- Kurangnya Pengetahuan: Minimnya pemahaman tentang definisi, dampak, dan cara mencegah perundungan.
- Penegakan Disiplin Lemah: Kurangnya pengawasan dan penegakan disiplin yang efektif di lingkungan pesantren.
- Relasi Kuasa: Adanya dinamika kekuasaan antara senior dan junior yang dapat memicu tindakan perundungan.
Inisiatif dan Strategi Pencegahan
Guna mengatasi masalah ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengambil berbagai langkah strategis, di antaranya:
- Program Pesantren Ramah Anak: Inisiatif ini merupakan proyek percontohan yang digagas oleh Nawal Arafah Yasin bersama Unicef. Dua pesantren di Rembang, yaitu Ponpes Al Anwar IV dan Ponpes Alhamdulillah, telah berhasil menerapkan prinsip-prinsip anti-perundungan dalam program ini.
- Kerjasama dengan Pihak Kesehatan: Melibatkan puskesmas dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan dukungan medis dan psikologis kepada korban perundungan.
- Kemitraan dengan LBH dan Psikolog: Memfasilitasi akses korban perundungan ke layanan hukum dan konseling psikologis.
- Edukasi dan Pembinaan: DP3A Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Unicef melakukan pembinaan dan edukasi kepada pengurus pesantren, guru, dan santri tentang pencegahan dan penanganan perundungan.
Kepala DP3A Jawa Tengah, Retno Sudewi, menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam melindungi anak-anak dari tindak kekerasan. "Kami siap memberikan pendampingan psikologis kepada korban perundungan melalui UPTD yang kami miliki bersama Unicef," ujarnya.
Membangun Budaya Anti-Kekerasan
Nawal mengajak seluruh pengurus pesantren untuk terus belajar dan mengembangkan budaya anti-kekerasan di lingkungan pesantren. Ia menekankan pentingnya memberikan afirmasi positif kepada santri dan membangun hubungan yang sehat antara senior dan junior. Senior diharapkan dapat berperan sebagai teman konselor sebaya yang dapat memberikan dukungan dan bimbingan kepada juniornya.
Dengan upaya kolaboratif dan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, diharapkan angka perundungan di pesantren Jawa Tengah dapat ditekan dan tercipta lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif bagi seluruh santri.