Demokrat Gencarkan Serangan Personal ke Elon Musk, Isu Kewarganegaraan dan 'Nepo Baby' Jadi Amunisi

Demokrat Tingkatkan Eskalasi Serangan Terhadap Elon Musk dengan Isu Personal

Partai Demokrat di Amerika Serikat meningkatkan serangan terhadap tokoh publik Elon Musk, tidak hanya terkait kebijakan bisnisnya, tetapi juga merambah ranah personal. Gubernur Minnesota, Tim Walz, baru-baru ini melabeli Musk sebagai "nepo baby," istilah yang merujuk pada individu yang sukses karena koneksi dan kekayaan orang tua. Serangan ini menyoroti meningkatnya ketegangan antara Partai Demokrat dan Musk, pemilik platform X (dulu Twitter) dan CEO Tesla.

Kritik Walz, yang juga mantan calon wakil presiden, menyinggung latar belakang Musk dan kebijakannya. Ia mempertanyakan, "Tidak ada unsur konservatif soal seorang nepo baby dari Afrika Selatan memecat orang-orang di Departemen Urusan Veteran." Komentar ini merujuk pada pemecatan karyawan yang dilakukan Musk di berbagai perusahaannya, termasuk yang terkait dengan pemerintahan federal.

Serangan terhadap Musk tidak berhenti di situ. Beberapa politisi Demokrat lainnya turut menyinggung status imigran Musk, mirip dengan taktik yang sering digunakan oleh mantan Presiden Donald Trump. Marcy Kaptur, politisi dari Ohio, secara terbuka mempertanyakan loyalitas Musk, bertanya-tanya apakah kesetiaannya lebih kepada Afrika Selatan, Kanada, atau Amerika Serikat. Nydia Velazquez dari New York bahkan menyarankan agar Musk "kembali ke Afrika Selatan," sementara Don Beyer dari Virginia menyatakan sentimen serupa.

Latar Belakang Elon Musk dan Respon Terhadap Serangan

Elon Musk lahir di Afrika Selatan pada tahun 1971 dan kemudian pindah ke Kanada pada tahun 1989. Ia kemudian menetap di Amerika Serikat selama masa kuliahnya dan menjadi warga negara AS pada tahun 2002. Ayahnya bekerja sebagai insinyur dan developer di Pretoria, dan dituding banyak membantu Musk dalam meraih kesuksesan.

Serangan dari Partai Demokrat ini dipandang sebagai upaya untuk membalas taktik Trump yang sering menggunakan isu kewarganegaraan dan status imigran untuk menyerang lawan-lawannya. Trump memulai karir politiknya dengan mempertanyakan tempat kelahiran Presiden Barack Obama dan pernah menyuruh anggota kongres wanita kulit berwarna untuk "kembali ke negara asal mereka." Ia juga berulang kali mempertanyakan etnis Wakil Presiden Kamala Harris dan sering salah mengucapkan namanya.

Balas Membalas Isu Imigrasi dan Tuduhan Terhadap Demokrat

Pada masa kampanye Pilpres 2024, The Washington Post melaporkan bahwa Musk bekerja di AS dengan visa pelajar pada tahun 1990-an. Presiden Joe Biden kemudian menyebut Musk sebagai "pekerja ilegal," tuduhan yang dibantah keras oleh Musk. Ia mengklaim bahwa dirinya tidak pernah bekerja secara ilegal di AS.

Sebagai balasan, Musk menuduh Partai Demokrat memanfaatkan imigran untuk menambah suara, tuduhan yang tidak didukung oleh bukti. Stephen Bannon, mantan kepala strategi Gedung Putih di era Trump, juga turut menyerang Musk, menyebutnya sebagai "imigran ilegal parasit" yang tidak memiliki rasa hormat terhadap sejarah, nilai-nilai, dan tradisi Amerika Serikat.

Eskalasi serangan personal terhadap Elon Musk ini menunjukkan polarisasi politik yang semakin meningkat di Amerika Serikat. Penggunaan isu kewarganegaraan, latar belakang keluarga, dan status imigran sebagai amunisi politik menjadi tren yang mengkhawatirkan, dan berpotensi merusak diskursus publik dan memecah belah masyarakat.