Kesepian di Balik Meja Makan: Korsel Pimpin Tren Makan Sendirian di Antara Negara G20

Kesepian di Balik Meja Makan: Korsel Pimpin Tren Makan Sendirian di Antara Negara G20

Sebuah laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap fakta mencengangkan: warga Korea Selatan (Korsel) menjadi yang paling sering makan sendirian dibandingkan negara-negara anggota G20 lainnya. Temuan ini menyoroti perubahan sosial yang signifikan dan potensi dampaknya terhadap kesejahteraan mental individu.

Data dan Temuan Utama:

Berdasarkan World Happiness Report 2025 yang dipublikasikan oleh Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan PBB, warga Korsel hanya makan bersama rata-rata 1,6 hari per minggu antara tahun 2022 dan 2023. Angka ini menempatkan Korsel pada peringkat ke-135 dari 142 negara yang disurvei, menjadi yang terendah di antara negara-negara G20 bersama dengan Jepang (1,8 hari per minggu).

Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Afrika Selatan (5 hari), Australia (4,9 hari), Meksiko dan Kanada (4,8 hari), Argentina (4,7 hari), serta Brasil dan Italia (4,6 hari) menunjukkan frekuensi makan bersama yang jauh lebih tinggi.

Pergeseran Demografis dan Perubahan Perilaku:

Laporan tersebut juga menyoroti adanya perbedaan frekuensi makan bersama berdasarkan usia. Di negara-negara Asia Timur, termasuk Korsel dan Jepang, generasi muda (di bawah 30 tahun) cenderung makan bersama lebih sering (rata-rata 6,4 kali per minggu) dibandingkan dengan mereka yang berusia di atas 60 tahun (4,6 kali per minggu). Namun, tren makan sendirian juga semakin meningkat di kalangan anak muda, seiring dengan menjamurnya rumah tangga yang hanya dihuni oleh satu orang.

Di Amerika Serikat, sebuah studi mendalam menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah orang berusia 18-24 tahun yang makan sendirian, yaitu lebih dari 180% antara tahun 2003 dan 2023. Ini mengindikasikan bahwa fenomena ini bukan hanya terbatas pada negara-negara Asia Timur, tetapi juga menjadi tren global yang perlu diperhatikan.

Dampak pada Kesejahteraan Mental:

Studi ini juga mengungkap korelasi antara makan sendirian dan perasaan kesepian. Mereka yang makan bersama lebih dari 12 kali per minggu cenderung lebih jarang merasa kesepian (hanya 18% melaporkan merasa kesepian pada hari sebelumnya). Sebaliknya, 38% dari mereka yang makan sendirian sepanjang minggu mengaku merasa kesepian. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya interaksi sosial saat makan untuk meningkatkan kesejahteraan mental.

Implikasi dan Langkah Selanjutnya:

Laporan ini memberikan peringatan tentang potensi dampak negatif dari meningkatnya tren makan sendirian. Pemerintah dan organisasi masyarakat perlu mempertimbangkan langkah-langkah untuk mendorong interaksi sosial dan membangun komunitas yang lebih kuat. Inisiatif seperti program makan bersama, ruang publik yang dirancang untuk interaksi sosial, dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya koneksi sosial dapat membantu mengatasi masalah ini. Selain itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mendorong tren makan sendirian dan mengembangkan solusi yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan mental masyarakat.

Kesimpulan:

Tingginya tingkat makan sendirian di Korea Selatan, yang terungkap dalam laporan PBB, mencerminkan perubahan sosial yang mendalam dan memiliki implikasi serius terhadap kesejahteraan mental individu. Dengan memahami faktor-faktor yang mendasari tren ini dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk mendorong interaksi sosial, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih terhubung dan bahagia.