BPOM Sita Ribuan Produk Pangan Ilegal dan Kadaluarsa Jelang Lebaran: Nilai Ekonomi Capai Miliaran Rupiah
BPOM Sita Ribuan Produk Pangan Ilegal dan Kadaluarsa Jelang Lebaran: Nilai Ekonomi Capai Miliaran Rupiah
Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia meningkatkan pengawasan terhadap peredaran produk pangan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025. Hasilnya, puluhan ribu produk pangan yang tidak memenuhi standar keamanan dan perizinan berhasil disita dari peredaran. Temuan ini menjadi perhatian serius mengingat potensi bahaya yang dapat ditimbulkan bagi kesehatan masyarakat, terutama di tengah meningkatnya konsumsi selama bulan Ramadan dan menjelang Lebaran.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa intensifikasi pengawasan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk-produk yang berisiko. Fokus utama pengawasan adalah pada produk pangan tanpa izin edar (ilegal), produk kedaluarsa, dan produk rusak. Pengawasan juga dilakukan terhadap bahan-bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam pembuatan takjil, seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan metanil yellow.
Rincian Temuan Produk Bermasalah
Dari hasil pengawasan yang dilakukan, BPOM menemukan total 35.534 produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan. Rinciannya adalah:
- Produk Tanpa Izin Edar (TIE): 19.795 buah (55,7% dari total temuan)
- Produk Kedaluarsa: 14.300 buah (40,2% dari total temuan)
- Produk Rusak: 1.439 buah (4,1% dari total temuan)
Produk-produk bermasalah ini ditemukan di berbagai tempat penjualan, mulai dari:
- Ritel modern
- Ritel tradisional
- Gudang distributor
- Gudang importir
- E-commerce
Dari 1.190 lokasi yang diperiksa, 376 sarana (31,6%) dinyatakan tidak memenuhi ketentuan. Mayoritas sarana yang melanggar adalah ritel modern (61,2%), diikuti oleh ritel tradisional (33,5%).
Wilayah dengan Temuan Terbanyak
Beberapa wilayah mencatatkan temuan produk bermasalah terbanyak. Untuk produk tanpa izin edar, Jakarta menduduki peringkat pertama dengan 9.195 buah, disusul Batam (2.982 buah), Tarakan (2.044 buah), dan Pontianak (487 buah). Sementara itu, wilayah dengan produk kedaluarsa terbanyak adalah Manokwari (2.307 buah), Kabupaten Bungo (2.038 buah), dan Kupang (1.835 buah). Produk rusak paling banyak ditemukan di Mataram (199 buah), Kabupaten Bungo (189 buah), dan Mamuju (131 buah). Produk yang rusak didominasi oleh creamer kental manis, yoghurt, olahan perikanan, makanan kaleng, dan susu UHT.
Patroli Siber dan Nilai Ekonomi Produk Ilegal
Selain pengawasan fisik, BPOM juga gencar melakukan patroli siber untuk memberantas peredaran produk ilegal secara online. Hasilnya, ditemukan 4.374 tautan yang menjual produk pangan tanpa izin edar di berbagai platform e-commerce. Produk ilegal ini sebagian besar berasal dari Jepang, Malaysia, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.
Total nilai ekonomi dari produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan mencapai Rp 16,5 miliar. Sebagian besar nilai ini (Rp 15,9 miliar) berasal dari pengawasan online, sementara sisanya (Rp 531,5 juta) dari pemeriksaan di lokasi fisik.
Pengawasan Takjil dan Temuan Bahan Berbahaya
BPOM juga melakukan pengawasan terhadap takjil yang dijual di berbagai daerah. Dari 4.862 sampel takjil yang diuji dari 2.313 pedagang di 462 lokasi, 98,6% dinyatakan memenuhi syarat. Namun, masih ditemukan 96 sampel (1,9%) yang mengandung bahan berbahaya, seperti formalin (49 sampel), boraks (24 sampel), dan rhodamin B (23 sampel). Bahan-bahan berbahaya ini ditemukan dalam berbagai jenis takjil, seperti mi kuning basah, teri nasi, rujak mi, cincau hitam, tahu sutra, kerupuk tempe, mi kuning, kerupuk nasi, rambak, telur lilit, mi kuah ikan, kerupuk rujak mi, pacar cina pink, kue mangkok, kue lapis merah, dan agar-agar pink.
Taruna Ikrar menegaskan bahwa meskipun sebagian besar takjil yang diuji aman, pengawasan ketat tetap diperlukan untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya produk pangan yang mengandung bahan berbahaya. BPOM akan terus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap produk pangan ilegal dan berbahaya demi kesehatan dan keselamatan masyarakat.