Aksi Kamisan Medan Mengecam Revisi UU TNI: Dwi Fungsi TNI Mengancam Demokrasi

Gelombang Protes Revisi UU TNI Menggema di Medan

Aksi Kamisan Medan menggelar demonstrasi menolak pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Aksi yang berlangsung di sekitar Lapangan Merdeka, Kota Medan ini, diwarnai orasi dan pembentangan spanduk berisi kritik terhadap UU yang dianggap mengancam supremasi sipil dan reformasi militer.

Para aktivis yang tergabung dalam Aksi Kamisan Medan, menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait perluasan peran TNI dalam ranah sipil. Mereka menilai revisi UU TNI membuka celah bagi kembalinya dwifungsi ABRI, sebuah konsep yang dikecam pada era reformasi karena memberikan kekuasaan politik yang berlebihan kepada militer. Salah satu bentuk protes simbolis adalah aksi menginjak jaket loreng sebagai representasi penolakan terhadap militerisasi kehidupan sipil.

Nikita Situmeang, seorang aktivis yang turut serta dalam aksi tersebut, menyatakan bahwa pengesahan revisi UU TNI merupakan kemunduran serius bagi agenda reformasi militer di Indonesia. Ia menyoroti bahwa UU tersebut memberikan peluang bagi anggota TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil di berbagai institusi pemerintahan, yang dinilai bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dan profesionalisme TNI. Lebih lanjut, Nikita menekankan bahwa revisi UU TNI justru mengabaikan reformasi peradilan militer yang krusial. Menurutnya, UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer masih memberikan impunitas bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum, sehingga menciptakan ketidaksetaraan di mata hukum.

Lusty, aktivis lainnya, menyoroti potensi pelanggaran HAM akibat pelibatan TNI dalam penanganan narkotika dan masalah sosial lainnya. Ia berpendapat bahwa pendekatan militeristik terhadap masalah sosial akan kontraproduktif dan berisiko memicu tindakan represif oleh aparat keamanan. Aksi Kamisan Medan menyampaikan lima poin sikap:

  • Penolakan Terhadap UU TNI: Menolak pengesahan UU TNI karena dianggap bertentangan dengan semangat reformasi dan supremasi sipil.
  • Evaluasi Implementasi UU TNI: Mendesak evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TNI untuk mencegah dampak negatif terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
  • Reformasi Peradilan Militer: Menuntut reformasi peradilan militer dengan merevisi UU No. 31 Tahun 1997 agar prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum dapat diadili di peradilan umum.
  • Penolakan Pelibatan TNI dalam Penanganan Narkotika: Menolak pelibatan TNI dalam penanganan narkotika dan menegaskan bahwa pendekatan berbasis kesehatan dan sosial lebih efektif dalam mengatasi permasalahan ini.
  • Pengecaman Tindakan Kekerasan Aparat: Mengecam tindakan kekerasan aparat penegak hukum dan menuntut pertanggungjawaban atas kasus penyiksaan serta kekerasan lainnya.

Aksi berlangsung secara damai di bawah pengawasan ketat aparat kepolisian setempat. Demonstrasi ini menjadi representasi suara masyarakat sipil yang khawatir akan potensi kembalinya militer ke ranah politik dan sosial, serta mendesak pemerintah dan DPR RI untuk meninjau ulang revisi UU TNI demi menjaga marwah reformasi dan supremasi sipil di Indonesia.

Tuntutan Reformasi Peradilan Militer Menguat

Salah satu poin utama yang disoroti dalam aksi tersebut adalah perlunya reformasi peradilan militer. Para aktivis berpendapat bahwa sistem peradilan militer yang ada saat ini tidak memberikan jaminan keadilan bagi korban tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI. Mereka menuntut agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum diadili di peradilan umum, sehingga tercipta kesetaraan di mata hukum.

Tuntutan ini didasarkan pada keyakinan bahwa setiap warga negara, termasuk anggota TNI, harus tunduk pada hukum yang sama. Sistem peradilan militer yang terpisah dianggap memberikan impunitas bagi anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum, sehingga merusak citra TNI dan menghambat penegakan hukum yang adil dan transparan.

Selain itu, para aktivis juga menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum yang melibatkan anggota TNI. Mereka menuntut agar setiap kasus yang melibatkan anggota TNI diselidiki secara independen dan transparan, serta diproses secara hukum sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia.