Oknum Kepala Sekolah di Bekasi Terjerat Kasus Penyelewengan Dana BOS Ratusan Juta Rupiah
Kasus dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kembali mencoreng dunia pendidikan. Kali ini, seorang kepala sekolah dasar (SD) berinisial AA di wilayah Cikarang, Kabupaten Bekasi, bersama istrinya, HNH, yang menjabat sebagai bendahara sekolah, harus berurusan dengan hukum.
Pasangan suami istri ini diduga kuat melakukan penggelapan dana BOS dengan total mencapai Rp 651.732.500 selama periode 2014 hingga 2022. Kapolres Metro Bekasi, Kombes Mustofa, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari serangkaian penyelidikan mendalam terhadap laporan keuangan sekolah.
"Dari hasil penyelidikan yang kami lakukan, ditemukan indikasi yang sangat kuat adanya praktik penggelapan dana yang dilakukan secara sistematis sejak tahun 2014 hingga 2022," ujar Kombes Mustofa dalam keterangan persnya, Kamis (20/3/2025).
Modus operandi yang digunakan oleh kedua tersangka terbilang rapi. Mereka diduga melakukan manipulasi data laporan keuangan, melakukan mark-up atau penggelembungan dana SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan), serta melakukan duplikasi pembayaran tagihan listrik dan internet sekolah.
Berikut rincian dugaan modus penyelewengan dana BOS oleh oknum kepala sekolah:
- Manipulasi Laporan Keuangan: Laporan keuangan yang seharusnya transparan dan akuntabel diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menyembunyikan aliran dana yang tidak sesuai peruntukannya.
- Mark-up Dana SPP: Dana SPP yang dikumpulkan dari siswa diduga digelembungkan jumlahnya dalam laporan, sehingga selisihnya dapat dinikmati secara pribadi.
- Duplikasi Pembayaran Listrik dan Internet: Tagihan listrik dan internet sekolah diduga dibayarkan lebih dari satu kali, dan selisih dana tersebut masuk ke kantong pribadi.
"Uang hasil penggelapan tersebut, menurut pengakuan tersangka, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," imbuh Kombes Mustofa.
Saat ini, AA dan HNH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Metro Bekasi. Mereka dijerat dengan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, yang ancaman hukumannya maksimal 4 tahun penjara.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa kasus ini masih terus dikembangkan untuk mengungkap kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam praktik korupsi dana pendidikan ini. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa dana BOS yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tidak diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi dunia pendidikan di Kabupaten Bekasi. Diharapkan, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh kepala sekolah dan pengelola dana BOS untuk lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola anggaran pendidikan. Pemerintah daerah juga diharapkan meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan dana BOS agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa mendatang.