Gelombang Protes Warnai Pengesahan RUU TNI: Massa Aksi Geruduk Gedung DPR RI

Pengesahan RUU TNI Picu Demonstrasi di Depan Gedung DPR

Pengesahan revisi Undang-Undang TNI oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia pada hari Kamis (20/03/2025) menuai reaksi keras dari kelompok massa yang menggelar aksi demonstrasi di depan gerbang utama Gedung DPR/MPR/DPD RI. Aksi unjuk rasa ini menjadi sorotan utama media setelah RUU TNI resmi disahkan menjadi Undang-Undang.

Massa aksi yang berkumpul di depan gerbang Pancasila Gedung DPR RI, seperti yang dilaporkan oleh tim detikcom, menunjukkan penolakan mereka dengan menggedor-gedor pagar dan berusaha membuka paksa gerbang. Teriakan-teriakan bernada protes menggema di lokasi, mencerminkan kekecewaan dan kemarahan para demonstran terhadap keputusan DPR.

"Woy buka woy! Isi perut kalian dari siapa kalau bukan dari uang rakyat Indonesia? Semua yang melekat di badan kalian adalah milik rakyat!" seru salah seorang orator dari atas mobil komando, membakar semangat para demonstran. Aksi saling tunjuk antara demonstran dan petugas keamanan yang berjaga di balik pagar tak terhindarkan. Kemarahan massa dipicu oleh tindakan penguncian pagar yang dilakukan pihak keamanan sesaat sebelum rapat paripurna pengesahan RUU TNI dimulai.

Aksi Massa Sempat Memanas

Semangat perjuangan terus dikobarkan melalui lantunan lagu-lagu perjuangan dan orasi-orasi yang berisi penolakan terhadap pengesahan RUU TNI. Pada pukul 11.17 WIB, eskalasi aksi meningkat ketika seorang demonstran mencoba merusak rantai yang mengunci pagar menggunakan batu. Upaya pembukaan paksa pagar juga dilakukan dengan menarik-narik rantai dan menendang pagar.

"Keluar, keluar!" teriak massa sambil melempari pagar dengan batu. Aksi ini menunjukkan betapa besar kekecewaan dan penolakan mereka terhadap pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang.

Proses Pengesahan RUU TNI di DPR

Sebelumnya, DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang. Keputusan penting ini diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah menteri kabinet.

Rapat paripurna yang berlangsung di ruang Paripurna, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, didampingi oleh para Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir. Kehadiran sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam pembahasan dan pengesahan RUU ini.

Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, mendapat kesempatan untuk menyampaikan laporan pembahasan RUU TNI. Dalam laporannya, Utut menyoroti beberapa poin krusial seperti kedudukan TNI, usia pensiun, dan keterlibatan TNI aktif di kementerian atau lembaga. Ia menegaskan bahwa revisi UU ini tidak mengandung unsur dwifungsi TNI yang dikhawatirkan oleh sebagian pihak.

Setelah mendengarkan laporan dari Utut Adianto, Puan Maharani meminta persetujuan dari anggota dewan yang hadir terkait pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang. "Kami menanyakan kepada seluruh anggota apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan.

Secara serentak, para peserta sidang menjawab "Setuju," yang kemudian disahkan dengan ketukan palu oleh Puan Maharani. Proses pengesahan ini menandai berakhirnya pembahasan RUU TNI di tingkat legislatif.

Pembahasan Intensif Sebelum Pengesahan

RUU TNI sebelumnya telah disepakati pada tingkat pertama antara Komisi I DPR RI dengan pemerintah pada hari Selasa (18/03). Namun, sehari sebelum rapat paripurna, perwakilan pemerintah yang terdiri dari Menkum Supratman Andi Agtas, Wamenkeu Thomas Djiwandono, Wamenhan Donny Ermawan Taufanto, dan Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto, mengadakan rapat tertutup selama kurang lebih dua jam dengan Komisi I DPR RI. Menurut Supratman, rapat tersebut bertujuan untuk memperbaiki hal-hal teknis dan bukan untuk mengubah substansi RUU. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada upaya dwifungsi TNI dalam revisi UU ini. Rapat tersebut menjadi kesempatan terakhir bagi pemerintah dan DPR untuk menyelaraskan pandangan sebelum RUU TNI disahkan menjadi undang-undang.