Skandal Kredit LPEI: Kode 'Uang Zakat' Ungkap Korupsi Miliaran Rupiah
Skandal Kredit LPEI: Kode 'Uang Zakat' Ungkap Korupsi Miliaran Rupiah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik korupsi yang melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan modus operandi yang terselubung di balik istilah 'Uang Zakat'. Istilah ini digunakan sebagai kode untuk penyimpangan dana yang mencapai 2,5 hingga 5 persen dari total kredit yang dicairkan kepada debitur. Praktik ini terungkap dalam investigasi KPK terkait pemberian fasilitas kredit kepada sejumlah debitur, dengan PT Petro Energy sebagai kasus yang pertama kali diungkap ke publik. Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menjelaskan bahwa 'Uang Zakat' ini diberikan oleh debitur kepada direksi LPEI yang bertanggung jawab atas pencairan kredit.
Setidaknya lima tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini. Mereka adalah Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan, masing-masing Direktur Pelaksana I dan IV LPEI, serta tiga debitur dari PT Petro Energy, yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta. KPK mendapati sejumlah penyimpangan yang dilakukan oleh para tersangka. LPEI diduga memberikan fasilitas kredit kepada PT Petro Energy meskipun perusahaan tersebut dinilai tidak layak menerima kredit berdasarkan analisis risiko. Ketidakpatuhan prosedur ini meliputi kelalaian dalam melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diajukan PT Petro Energy. Lebih lanjut, investigasi KPK menemukan bukti kuat adanya pemalsuan dokumen oleh PT Petro Energy, termasuk kontrak palsu yang digunakan sebagai dasar permohonan kredit dan pemalsuan purchase order serta invoice tagihan.
Bukti-bukti tersebut, termasuk kesaksian dan dokumen elektronik, menunjukkan adanya tindakan kecurangan sistematis yang dilakukan oleh para tersangka. KPK juga menemukan fakta bahwa dana kredit yang dicairkan tidak sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam proposal. PT Petro Energy, yang mengklaim akan menggunakan dana tersebut untuk bisnis bahan bakar solar, justru melakukan side streaming, yaitu mengalihkan dana tersebut untuk investasi di sektor lain. Hal ini menunjukkan adanya penggelapan dan penyalahgunaan dana negara yang signifikan.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara akibat kasus ini mencapai US$60 juta atau sekitar Rp 900 miliar. Namun, KPK memperkirakan potensi kerugian negara jauh lebih besar. Sebab, hingga saat ini baru satu dari sebelas debitur yang menerima fasilitas kredit dari LPEI yang telah diungkap, yaitu PT Petro Energy. KPK memperkirakan total potensi kerugian negara akibat praktik korupsi ini mencapai Rp 11,7 triliun.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam lembaga keuangan seperti LPEI. Penggunaan istilah 'Uang Zakat' sebagai kamuflase untuk praktik korupsi menunjukkan betapa licinnya modus operandi yang digunakan para pelaku untuk menutupi kejahatan mereka. KPK akan terus menyelidiki kasus ini secara menyeluruh untuk mengungkap seluruh jaringan dan pelaku yang terlibat serta mengembalikan kerugian keuangan negara.
Ringkasan Temuan KPK:
- Kode 'Uang Zakat': Digunakan sebagai kode untuk suap sebesar 2,5-5% dari total kredit.
- Penetapan Tersangka: Lima tersangka ditetapkan, termasuk direksi LPEI dan debitur PT Petro Energy.
- Pelanggaran Prosedur: LPEI memberikan kredit kepada debitur yang tidak layak, mengabaikan hasil analisis risiko.
- Pemalsuan Dokumen: PT Petro Energy memalsukan dokumen untuk mendapatkan kredit.
- Penggunaan Dana Tidak Sesuai Peruntukan: Dana kredit dialirkan ke sektor investasi yang berbeda dari yang diajukan.
- Potensi Kerugian Negara: Rp 900 miliar (Rp 11,7 triliun secara potensial).