Permikindo Akui Pengurangan Takaran Minyakita: Tekanan Harga dan Keterbatasan Pasokan DMO
Permikindo Akui Pengurangan Takaran Minyakita: Tekanan Harga dan Keterbatasan Pasokan DMO
Persatuan Pengusaha Minyak Goreng Kemasan Indonesia (Permikindo) secara resmi mengakui adanya praktik pengurangan takaran minyak goreng Minyakita oleh sejumlah anggotanya. Pengakuan ini disampaikan menyusul temuan di lapangan terkait kemasan Minyakita yang berkurang dari takaran satu liter. Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Permikindo, Darmaiyanto, usai pertemuan dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Selasa (18/03/2025). Darmaiyanto menekankan bahwa tindakan tersebut bukan didorong oleh niat untuk menipu konsumen, melainkan sebagai respon terhadap tekanan ekonomi yang dihadapi para repacker.
Penjelasan Darmaiyanto mengungkap permasalahan utama yang dihadapi para repacker. Mereka mendapatkan pasokan minyak goreng untuk kemasan Minyakita dengan harga yang jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan, yakni Rp 13.500 per liter. Darmaiyanto mencatat bahwa harga beli minyak goreng di tingkat repacker atau distributor I telah mencapai kisaran Rp 15.600 hingga Rp 16.500 per liter. Situasi ini diperburuk oleh minimnya pasokan minyak goreng Domestic Market Obligation (DMO) yang seharusnya dialokasikan untuk produksi Minyakita. Ketiadaan akses pada DMO memaksa para repacker untuk mencari alternatif pasokan minyak goreng, yang umumnya lebih mahal, seperti minyak goreng premium atau minyak goreng curah.
Dengan tingginya biaya produksi dan terbatasnya pasokan DMO, repacker menghadapi dilema. Mereka harus tetap memproduksi Minyakita untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi, sekaligus menanggung beban operasional seperti gaji karyawan. Sebagai solusinya, sejumlah repacker terpaksa melakukan penyesuaian takaran, mengurangi volume minyak dalam kemasan satu liter. Darmaiyanto menegaskan bahwa tindakan ini bukan bertujuan untuk meraih keuntungan tambahan, melainkan sebagai upaya bertahan di tengah tekanan ekonomi yang berat.
"Repacker terpaksa melakukan penyesuaian takaran karena tidak mendapatkan DMO. Produksi harus tetap berjalan, permintaan tinggi, karyawan wajib digaji, sementara minyak bahan baku DMO tidak ada. Minyak industri yang tersedia di pasaran pun kemudian digunakan, dan akhirnya terjadilah penyesuaian takaran," terang Darmaiyanto. Ia menekankan kembali bahwa dalam hal ini, repacker tidak memperoleh keuntungan tambahan.
Meskipun mengklaim tindakan tersebut sebagai upaya bertahan hidup, Permikindo mengakui adanya pelanggaran hukum yang dilakukan beberapa anggotanya. Permikindo menyampaikan permohonan maaf kepada publik atas polemik yang timbul dan kericuhan yang terjadi di masyarakat. Lebih lanjut, Darmaiyanto menyatakan bahwa sejumlah repacker yang terlibat dalam pelanggaran tersebut kini sedang dalam proses hukum.
Pertemuan dengan Kemendag diharapkan dapat menghasilkan solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Permikindo berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kondisi riil yang dihadapi para repacker dan mencari solusi yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh pihak, khususnya untuk memastikan ketersediaan Minyakita bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau dan takaran yang sesuai.
Poin-poin Penting:
- Para repacker mendapatkan minyak goreng dengan harga jauh di atas HET.
- Keterbatasan pasokan DMO memaksa repacker menggunakan minyak goreng industri yang lebih mahal.
- Penyesuaian takaran dilakukan bukan untuk meraup keuntungan, tetapi sebagai upaya bertahan hidup.
- Permikindo mengakui pelanggaran hukum dan meminta maaf kepada masyarakat.
- Beberapa repacker tengah dalam proses hukum.