Diskriminasi Usia di Dunia Kerja: Kisah Ian, Pencari Kerja yang Terkendala Usia

Diskriminasi Usia di Dunia Kerja: Kisah Ian, Pencari Kerja yang Terkendala Usia

Di tengah hiruk pikuk bursa kerja, sebuah realita pahit terungkap: diskriminasi usia masih menjadi momok bagi pencari kerja di Indonesia. Hal ini dialami oleh Ian (38 tahun), seorang warga Jakarta yang telah menganggur selama sepuluh tahun. Setelah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada tahun 2014 dari sebuah perusahaan jasa pengiriman uang, perjuangan Ian untuk mendapatkan pekerjaan tetap terbentur oleh batasan usia yang diterapkan oleh banyak perusahaan.

Meskipun aktif melamar pekerjaan melalui berbagai jalur, termasuk mengikuti pameran kerja seperti Jakarta Job Fair 2025, Ian selalu menghadapi penolakan. Ia menuturkan pengalaman pahitnya, "Kalau untuk melamar kerja sebenarnya info lowongan itu banyak. Cuma di saat pas kita udah ngumpulin berkasnya, kita ngelamar, udah interview, pas dilihat umurnya 35 ke atas udah pasti ditolak. Pasti ditolak. 30 aja udah pasti ditolak." Kekecewaan mendalam terpancar dari suaranya, menunjukkan betapa beratnya beban yang ia tanggung.

Ian mempertanyakan praktik diskriminatif tersebut. Menurutnya, kemampuan dan kesehatan fisik seharusnya menjadi tolak ukur utama dalam perekrutan tenaga kerja, bukan usia. "Yang namanya orang bekerja kan enggak ada batasan umur, yang penting dia bisa bekerja, sehat jasmani, enggak masalah. Kalau untuk masalah umur ya bukan patokanlah. Mau umur 40 tahun pun kalau dia bisa bekerja kenapa enggak?" ujarnya dengan penuh harap.

Meskipun pernah merasa putus asa, Ian tetap teguh pendiriannya untuk tidak menyerah. Ia terus berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya sebagai pengemudi. Partisipasinya dalam Jakarta Job Fair 2025 merupakan bukti nyata kegigihannya dalam menghadapi tantangan yang dihadapi.

Pameran kerja tersebut, diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Suku Dinas (Sudin) Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Kota Administrasi Jakarta Barat, menawarkan lebih dari 20.000 lowongan kerja dari 40 perusahaan lebih. Acara yang berlangsung selama dua hari, 18-19 Maret 2025, memberikan kesempatan bagi pencari kerja untuk mendaftar melalui aplikasi SIAPkerja secara gratis. Namun, bagi Ian, partisipasi dalam pameran kerja tersebut belum tentu menjamin terbukanya peluang kerja yang setara bagi dirinya.

Kisah Ian menjadi sorotan tajam atas ketimpangan dan diskriminasi usia yang masih terjadi dalam dunia kerja Indonesia. Perlu adanya regulasi dan kesadaran kolektif untuk menghapus praktik diskriminatif ini dan menciptakan lapangan kerja yang inklusif, memberikan kesempatan yang setara bagi semua individu tanpa memandang usia, selama mereka memiliki kompetensi dan kesehatan yang memadai untuk menjalankan tugas.

Kegigihan Ian juga menjadi inspirasi bagi pencari kerja lainnya yang menghadapi tantangan serupa. Semoga kisah ini dapat menjadi pengingat bagi semua pihak untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan berkesempatan sama bagi semua.